KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
(Wetboek van Koophandel voor Indonesie)
S. 1847-23.
Anotasi:
Seluruhnya
KUHD ini berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa dan golongan
Tionghoa, kecuali dengan perubahan redaksional pasal 396; S. 1924-556,
pasal 1, B; S. 1917-129, pasal I sub 21.
KETENTUAN UMUM.
Pas.
1. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Selama dalam Kitab Undang-undang ini
terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan
khusus, maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap
hal-hal yang dibicarakan dalam K-itab Undang-undang ini. (AB. 15;
KUHPerd. 1617, 1774, 1878; KUHD 15, 79 dst., 85, 119, 168a, 286, 296,
747, 754.)
Alinea kedua gugur berdasarkan S. 1938-276.
B U K U K E S A T U : DAGANG PADA UMUMNYA.
Berdasarkan
S. 1938-276 yang berlaku mulai pada 17 Juli 1938 maka Bab I tentang
Pedagang dan Perbuatan Dagang (pasal 2 sld 5) telah dihapus.
BAB II. PEMBUKUAN.
Pasal 6.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Setiap orang yang menjalankan perusahaan
diwajibkan untuk menyelenggarakan catatan-catatan menurut syarat-syarat
perusahaannya tentang keadaan hartanya dan tentang apa yang berhubungan
dengan perusahaannya, dengan cara yang sedemikian sehingga dari
catatan-catatan yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu dapat diketahui
semua hak dan kewajibannya. (KUHD 35, 66, 86, 96, 348; KUHP 396 dst.)
Ia
diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat
neraca yang diatur menurut syarat-syarat perusahaannya dan
menandatanganinya sendiri. (KUHPerd. 1881.)
Ia diwajibkan menyimpan
selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana ia
menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam allnea pertama beserta
neracanya, dan selama sepuluh tahun, surat-surat dan telegram-telegram
yang diterima dan salinan-salinan surat-surat dan telegiram-telegram
yang dikeluarkan. (KUHD 35.)
Pasal 7.
(s.d.u. dg. S.
1938-276.) Untuk kepentingan setiap orang, hakim bebas untuk memberikan
kepada pemegang-buku, kekuatan bukti sedemikian rupa yang menurut
pendapatnya harus diberikan pada masing-masing kejadian yang khusus.
(KUHPerd. 1881; KUHD 12, 35, 67, 86.)
Pasal 8.
(s.d.u. dg. S.
1938-276.) Sewaktu pemeriksaan perkara di sidang pengadilan berjalan,
hakim dapat menentukan atas permintaan atau karena jabatannya, kepada
masing-masing pihak atau kepada salah satu pihak untuk membuka bukubuku
yang diselenggarakan, surat-surat dan naskah-naskah yang harus dibuat
atau disimpan oleh mereka menurut pasal 6 alinea ketiga, agar dapat
dilihat di dalamnya atau dibuat petikan-petikannya sebanyak yang
dibutuhkan berkenaan dengan soal yang dipersengketakan.
Hakim dapat
mendengar para ahli mengenai sifat dan isi surat-surat yang
diperlihatkan, baik pada sidang pengadilan maupun dengan cara seperti
yang diatur dalam pasal-pasal 215 sampai dengan 229 Reglemen Acara
Perdata. (Rv.)
Dari tidak dipenuhinya perintahnya itu, hakim bebas
untuk mengambil kesimpulan yang sebaiknya menurut pendapatnya. (KUHPerd.
1888, 1915 dst.; KUHD 67.)
Pasal 9.
Bila buku-buku, naskah
atau surat-surat berada di tempat lain daripada tempat kedudukan hakim
yang mengadili perkara itu, maka ia dapat mengamanatkan kepada hakim
dari tempat lain untuk menyelenggarakan pemeriksaan yang dikehendaki
terhadap hal itu dan membuat berita acara tentang pendapat-pendapatnya
serta mengirimkannya. (RO. 33; KUHD 35.)
10 dan 11. Dihapus dg. S. 1927-146.
Pasal 12.
(s.d.u. dg. S. 1927-146; S. 1938-276.) Tiada seorang pun dapat dipaksa
untuk memperlihatkan pembukuarinya kecuali untuk mereka yang mempunyai
kepentingan langsung sebagai ahli waris, sebagai pihak yang
berkepentingan dalam suatu persekutuan, sebagai pesero, sebagai
pengangkat Pimpinan perusahaan atau pengeloIa dan akhirnya dalam hal
kepailitan. (KUHPerd. 573, 1082; KUHD 35, 67.)
13. Dihapus dg. S. 1927-146.
BAB III. BEBERAPA JENIS PERSEROAN.
Bagian 1. Ketentuan-ketentuan Umum.
14. Dihapus dg. S. 1938-276.
Pasal 15.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan-perseroan yang disebut dalam bab
ini dikuasai oleh perjanjian pihak-pihak yang bersangkutan, oleh Kitab
Undang-undang ini dan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd.
1618 dst., KUHD 1.
Bagian 2. Perseroan Firma Dan Perseroan Dengan Cara meminjamkan Uang
Atau Disebut Perseroan Komanditer.
Pasal 16.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang
didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah satu nama bersama. (KUHD
19 dst., 22 dst., 26-11, 29; Rv. 6-5o, 8-2 o, 99.)
Pasal 17.
Tiap-tiap pesero kecuali yang tidak diperkenankan, mempunyai wewenang
untuk bertindak, mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, dan
mengikat perseroan kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga kepada
perseroan. tindakan-tindakan yang tidak bersangkutan dengan perseroan,
atau yang bagi para pesero menurut perjanjian tidak berwenang untuk
mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini. (KUHPerd. 1632,
1636, 1639, 1642; KUHD 20, 26, 29, 32.)
Pasal 18.
Dalam
perseroan firma tiap-tiap pesero bertanggungjawab secara
tanggung-renteng untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya.
(KUHPerd. 1282, 1642, 1811.)
Pasal 19.
Perseroan yang
terbentuk dengan cara meminjamkan uang atau disebut juga perseroan
komanditer, didirikan antara seseorang atau antara beberapa orang pesero
yang bertanggung-jawab secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya,
dan satu orang atau lebih sebagai pemberi pinaman uang.
Suatu
perseroan dapat sekaligus berwujud perseroan firma terhadap
pesero-pesero firma di dalamnya dan perseroan komanditer terhadap
pemberi pinjaman uang. (KUHD. 16, 20, 22 dst.)
Pasal 20.
Dengan tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea
kedua, maka nama pesero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma.
(KUHD 19-21.)
Pesero ini tidak boleh melakukan tindakan pengurusan
atau bekerja dalam perusahaan perseroan tersebut, biar berdasarkan
pemberian kuasa sekalipun. (KUHD 17, 21, 32.)
Ia tidak ikut memikul
kerugian lebih daripada jumlah uang yang telah dimasukkannya dalam
perseroan atau yang harus dimasukkannya, tanpa diwajibkan untuk
mengembalikan keuntungan yang telah dinikmatinya. (KUHPerd. 1642 dst.)
Pasal 21.
Pesero
komanditer yang melanggar ketentuan-ketentuan alinea pertama atau
alinea kedua dari pasal yang lain, bertanggungjawab secara
tanggung-renteng untuk seluruhnya terhadap semua utang dan perikatan
perseroan itu. (KUHD 18.)
Pasal 22.
Perseroan-perseroan firma
harus didirikan dengan akta otentik, tanpa adanya kemungkinan untuk
disangkalkan terhadap pihak ketiga, bila akta itu tidak ada. (KUHPerd.
1868, 1874, 1895, 1898; KUHD 1, 26, 29, 31.)
Pasal 23.
para
pesero firma diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam register yang
disecliakan untuk itu pada keparliteraan raad van justitie (pengadilan
negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. (Ov. 82; KUHPerd.
152; KUHD 24, 27 dst., 30 dst., 38 dst.; S. 1946-135 pasal 5.)
Pasal 24.
Akan tetapi para pesero firma diperkenankan untuk hanya mendaftarkan
petikannya saja dari akta itu dalam bentuk otentik. (KUHD 26, 28.)
Pasal 25.
Setiap orang dapat memeriksa akta atau petikannya yang terdaftar, dan
dapat memperoleh sahnannya atas biaya sendiri. (KUHD 38; S. 1851-27
pasal 7.)
Pasal 26.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Petikan yang disebut dalam pasal 24 harus memuat:
1. nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para pesero firma;
2.
pernyataan firmanya dengan menunjukkan apakah perseroan itu umum,
ataukah terbatas pada suatu cabang khusus dari perusahaan tertentu, dan
dalam hal terakhir, dengan menunjukkan cabang khusus itu; (KUHD 17.)
3. penunjukan para pesero, yang tidak diperkenankan bertandatangan atas nama firma;
4. saat mulai berlakunya perseroan dan saat berakhirnya;
5.
dan selanjutnya, pada umumnya, bagian-bagian dari perjanjiannya yang
harus dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para
pesero. (KUHD 27 dst.)
Pasal 27.
Pendaftarannya harus diberi tanggal dari hari pada waktu akta atau petikannya itu dibawa kepada panitera. (KUHD 23.)
Pasal 28.
Di samping itu para pesero wajib untuk mengumumkan petikan aktanya
dalam surat kabar resmi sesuai dengan ketentuan pasal 26. (Ov. 105;
KUHPerd. 444, 1036; KUHD 29, 38.)
Pasal 29.
(s.d.u. dg. S.
1938-276.) Selama pendaftaran dan pengumuman belum terjadi, maka
perseroan firma itu terhadap pihak ketiga dianggap sebagai perseroan
umum untuk segala urusan, dianggap didirikan untuk waktu yang tidak
ditentukan dan dianggap tiada seorang pesero pun yang dilarang melakukan
hak untuk bertindak dan bertandatangan untuk firma itu.
Dalam hal
adanya perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka
terhadap pihak ketiga berlaku ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan
pasal yang lalu yang dicantumkan dalam surat kabar resmi. (KUHPerd.
1916; KUHD 30 dst., 39.)
Pasal 30.
Firma dari suatu perseroan
yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik
atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas
oleh bekas pescro yang namanya disembut di situ, atau bila dalam hal
adanya kematian, para ahli waiisnya tidak menentangnya, dan dalam hal
itu ulituk membuktikannya harus dibuat akta, dan mendaftarkannya dan
mengumumkannya dalam surat kabar resmi atas dasar dan dengan cara yang
ditentukan dalam pasal 23 dan berikutnya, serta dengan ancaman hukuman
yang tercantum dalam pasal 29.
Ketentuan pasal 20 alinea pertama
tidak berlaku, jikalau pesero yang mengundurkan diri sebagai pesero
firma menjadi pesero komanditer. (KUHPerd. 1651, KUHD 26.)
Pasal 31.
Pembubaran sebuah perseroan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam
perjanjian, atau terjadi karena pelepasan diii atau penghentian,
perpanjangan waktu setelah habis waktu yang ditentukan, demikian puia
segala perubahan yang diadakan dalam petia4ian yang asfi yang
berhubungan dengan pihak ketiga, diadakanjuga dengan akta otentik, dan
terhadap ini berlaku ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman
dalam surat kabar resmi seperti telah disebut.
Kelalaian dalam hal
itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau
perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Terhadap kelalaian
mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu perseroan,
berlaku ketentuan-ketentuan pasiti 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26,
30.)
Pasal 32.
Pada pembubaran perseroan, para pesero yang
tadinya mempunyai hak mengurus harus membereskan urusan-urusan bekas
perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam perjanjiannya
ditentukan lain , atau seluruh pesero (tidak termasuk para pesero
komanditer) mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara
seorang demi scorang dengan suara terbanyak.
Jika pemungutan suara
macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang menurut
pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan
itu. (KUHPerd. 1652; KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)
Pasal 33.
Bila keadaan kas perseroan yang dibubarkan tidak mencukupi untuk
membayar utang-utang yang telah dapat ditagih, maka mereka yang bertugas
untuk membereskan keperluan itu dapat menagih uang yang seharusnya akan
dimasukkan dalam perseroan oleh tiap-tiap pesero menurut bagiannya
masing-masing. (KUHD 18, 22.)
Pasal 34.
Uang yang selama pemberesan dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan sementara. (KUHD 33.)
Pasal 35.
Setelah pemberesan dan pembagian itu, bila tidak ada perjanjian yang
menentukan lain, maka buku-buku dan surat-surat yang dulu menjadi milik
perseroan yang dibubarkan itu tetap ada pada pesero yang terpilih dengan
suara terbanyak atau yang ditunjuk oleh raad van justitie karena
macetnya pemungutan suara, dengan tidak mengurangi kebebasan para pesero
atau para penerima hak untuk melihatnya. (KUHPerd. 1801 dst., 1652,
1885; KUHD 12, 56.)
Bagian 3. Perseroan Terbatas.
(Mengenai Maskapai Andil Indonesia dan perubahan Perseroan Terbatas menjadi
Maskapai Andil Indonesia, lihat S. 1939-569.)
Pasal 36.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan terbatas tidak mempunyai firma, dan
tak memakai nama salah seorang atau lebih dari antara para pesero,
melainkan mendapat namanya hanya dari twuan perusahaan saja.
(s.d,u.dg.
S. 1937-572.) Sebelum perseroan tersebut dapat didirikan, akta
pendiriannya atau rencana pendiriannya harus disampaikan kepada Gubernur
Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau penguasa yang ditunjuk oleh
Presiden untuk memperoleh izinnya.
Untuk tiap-tiap perubahan
syarat-syarat dan untuk perpanjangan waktu perseroan, harus juga
terdapat izin seperti itu. (KUHD 3 dst., 37, 51; Rv. 99; S. 1870-64.)
Pasal 37.
(s.d.u. dg. S. 1937-572.) Bila perseroan itu tidak bertentangan dengan
kesusilaan atau dengan ketertiban umum, dan selain itu tidak ada
keberatankeberatan yang penting terhadap pendiriannya, pun pula aktanya
tidak memuat ketentuan-ketentuan yang berlawanan dengan hal-hal yang
diatur dalam pasal 38 sampai dengan pasal 55, maka izinnya diberikan.
Bila
izin itu tidak diberikan, alasan-alasannya diberitahukan kepada para
pemohon agar diketahuinya, kecuab sekiranya pemberitahuan itu dianggap
tidak seyogyanya.
Pemberian izin itu, bila ada alasan-alasannya,
dapat digantungkan pada syarat bahwa perseroan itu akan bersedia
dibubarkan, bila menurut pertimbangan Gubernur Jenderal (dalam hal ini
Menteri Kehakiman) hal itu dianggap perlu untuk kepentingan umum.
Bila
izin itu diberikan tanpa syarat, maka perseroan tidak dapat dibubarkan
atas kekuasaan umum, kecuali setelah Hooggerechtshof (kini: Mahkamah
Agung), yang pendapatnya dalam hal ini harus didengar, menyatakan, bahwa
para pengurusnya telah tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dan
syarat-syarat akta perseroan itu. (AB. 23; KUHPerd. 1335, 1653; KUHD 45,
50.)
Pasal 38.
Akta perseroan itu harus dibuat dalam bentuk otentik dengan ancaman akan batal. (KUHD 22 dst., 42, 48 dst., 52 dst., 56, 58.)
(s.d.u.
dg. S. 1923-548, 594; S. 1937-572.) para pesero diwajibkan untuk
mendaftarkan akte itu dalam keseluruhannya beserta izin yang
diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad
van justitie dari daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu, dan
mengumumkannya dalam surat kabar resmi. (Ov. 82, 105; KUHD 23; S.
1946-135.)
SegaIa sesuatu yang tersebut di atas berlaku terhadap
perubahan-perubahan dalam syarat-syarat, atau pada perpanJangan waktu
perseroan.
Ketentuan-ketentuan pasal 25 berlaku juga terhadap ini.
Pasal 39.
Selama peadaftaran dan pengumuman seperti yang termaktub dalam pasal
yang lalu belum terjadi, maka para pengurus atas perbuatan mereka,
terikat secara pribadi untuk keseluruhannya terhadap pihak ketiga. (KUHD
45, 47.) 40. Modal perseroan dibagi atas sahain-saham atau Sero-sero
atas nama atau blangko.
para pesero atau pemegang saham atau sero
tidak bertanggung jawab lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu.
(KUHD 42, 47, 50 dst.)
Pasal 41.
Tiada sero atau sabam
blangko dapat dikeluarkan sebelum jumlah sepenuhnya disetor dalam kas
perseroan. (KUHPerd. 1977; KUHD 43; Rv. 6-7.)
Pasal 42.
Dalam akta ditentukan cara bagaimana sero-sero atau saham-sahan atas
nama dioperkan; hal itu dapat dilakukan dengan Pemberitahuan suatu
pernyataan kepada para pengurus dari Pesaro bersangkutan dan pihak
peneiima pengoperan, atau dengan pernyataan seperti itu yang dimuat
dalam buku-buku perseroan itu dan ditandatangani oleh atau atas nama
kedua belah pihak. (KUHPerd. 613 dst., 1977.)
Pasal 43.
Bila
jumlah penuh sero atau saham demikian belum disetor, para pesero
aslinya, atau ahli waris mereka atau mereka yang memperoleh hak, tetap
bertanggungjawab atas penyetoran jumlah yang terutang pada perseroan,
kecuali bila pengurus dan para komisaris, bila ini ada, menyatakan
dengan tegas persetujuan mereka untuk menerima baik penerima hak yang
baru itu, dan demikian pesero lama menjadi bebas dari egaIa
tanggungjawab. (KUHPerd. 833, 955, 1417; KUHD 41.)
Pasal 44.
Perseroan itu diurus oleh para pengurus, para pesero, atau lain-lainnya
yang diangkat oleh para pesero, dengan atau tanpa menerima upah, dengan
atau tanpa pengawasan komisaris.
para pengurus tak dapat diangkat
dengan cara yang tidak dapat ditarik kembali. (KUHPerd. 1636, 1814 dst.;
KUHD 17, 38, 52, 54 dst.)
Pasal 45.
para pengurus tidak
bertanggungiawab lebih daripada untuk menunaikan sebaik-baiknya tugas
yang diberikan kepada mereka; mereka tidak bertanggung jawab secara
pribadi terhadap pihak ketiga atas perikatan perseroan.
Akan tetapi
bila mereka melanggar suatu ketentuan dalam akta atau perubahan
syarat-syaratnya yang diadakan kemudian, maka mereka terhadap pihak
ketiga bertanggungjawab masing-masing secara tanggung-renteng untuk
keseluruhannya untuk kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak ketiga
karenanya. (KUHPerd. 1800 dst.; KUHD 39, 47, 55.)
Pasal 46.
Perseroan terbatas itu harus didirikan untukiangka waktu tertentu,
dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk memperparoangnya, setiap kaii
setelah waktu itu lampau. (KUHPerd. 1646-l'; KUHD 38.)
Pasal 47.
Bila nyata bagi para pengurus, bahwa telah diderita kerugian sebesar
lima puluh persen dari modal perseroan, maka mereka berkewajiban untuk
mengumumkannya dalam register yang diselenggarakan untuk itu pada
kepaniteraan raad van justitie, dan demikian pula dalam surat kabar
resmi.
Bila kerugian itu berjumiah twuh puluh lima persen, maka
perseroan itu demi hukum bubar, dan para pengurus bertanggungiawab
terhadap pihak ketiga atas perjanjian-perjanjian yang telah mereka
adakan setelah mereka tahu atau harus mereka tahu tentang kerugian itu.
(KUHD 39, 45, 48.)
Pasal 48.
Untuk menghindari pembubaran
menurut peraturan tersebut di atas, aktanya harus memuat
ketentuan-ketentuan untuk membentuk kas cadangan yang dapat digunakan
untuk menutupi kekurangan uang itu untuk sebagian atau untuk seluruhnya.
(KUHD 49.)
Pasal 49.
Dalam akta itu tidak boleh diperjanjikan bunga tetap.
Pembagian-pembagiannya harus diambil dari pendapatan setelah dipotong dengan segala pengeluaran.
Akan tetapi dapat diadakan perjanjian, bahwa pembagian-pembagian itu tidak akan melebihi suatu jumlah tertentu. (KUHD 48, 55.)
Pasal 50.
(s.d.u. dg. S. 1937-572; S. 1938-161.) Izin termaksud dalam pasal 36
tidak akan diberikan, kecuali bila ternyata bahwa para pendiri pertama
bersama-sama mewakili paling sedikit seperlima dari modal perseroan;
selanjutnya akan ditentukan suatu jangka waktu, dimana sisa sero-sero
atau saham-saham harus sudah ditempatkan.
Jangka waktu itu atas
permohonan para pendiri selalu dapat diperpanjang oleh Gubernur Jenderal
(dalam hal ini Presiden) atau oleh pejabat yang berwenang atas
penunjukan Presiden berdasarkan pasal 36 alinea kedua. (KUHD 36 dst.)
Pasal 51.
Perseroan itu tidak akan dapat mulai berjalan sebelum paling sedikit sepuluh persen dari modal bersama disetor. (KUHD 41, 50.)
Pasal 52.
Bila pekerjaan para komisaris hanya terbatas pada pengawasan terhadap
para pengurus, dan dengan demikian sama sekali tidak ikut serta dalam
pengurusan, maka mereka dalam akta dapat diberi kuasa untuk memeriksa
dan mengesahkan perhitungan dan pertanggungjawaban para pengurus, atas
nama para pesero.
Dalam hal yang sebaliknya, pemeriksaan dan
pengesahan itu harus dilakukan oleh para pesero atau orang-orang yang
ditunjuk dalam akta. (KUHD 43 dst., 54 dst.)
Pasal 53.
Pada
perseroan asuransi atas benda-benda tertentu harus ditentukan dalam
akta suatu maksimum, yang tidak boleh dilampaui untuk mengasuransikan
telah menyerahkan kepada keputusan para pengurus, dengan atau tanpa para
suatu benda yang sama, kecuali para pesero dalam akta dengan perjanjian
tegas komisaris. (KUHD 246 dst., 253.)
Pasal 54.
(s.d.u.t. dg. UU No. 4/1971, LN. 1971-20.)
(1) Hanya pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara.
Setiap pemegang saham sekurang-kurangnja berhak mengeluarkan satu suara.
(2)
Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga
nominal yang sama, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara
sebanyak djumlah saham yang dimilikinja.
(3) Dalam hal modal
perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang berbeda,
maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sebanjak kelipatan
dari harga nominal saham yang terkecil dari perseroan terhadap
keseluruhan djumlah harga nominal dari saham yang dimiliki pemegang.
Sisa suara yang belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan.
(4)
Pembatasan mengenai banjaknja suara yang berhak dikeluarkan oleh
pemegang saham dapat diatur dalam akta pendirian, dengan ketentuan bahwa
seorang pemegang saham tidak dapat mengeluarkan lebih dari enam suara
apabila modal perseroan terbagi dalam seratus saham atau lebih, dan
tidak dapat mengeluarkan lebih dari tiga suara apabila modal perseroan
terbagi dalam kurang dari seratus saham.
(5) Tidak seorang pengurus atau komisaris dibolehkan bertindak sebagai kuasa dalam pemungutan suara.
Pasal 55.
para pengurus diwajibkan setiap tahun membuat laporan tentang laba dan
rugi yang diperoleh atau diderita dalam tahun yang telah lampau.
Laporan
itu dapat dilakukan, baik dalam rapat umum, maupun dengan mengirimkan
suatu daftar kepada masing-masing pesero, ataupun dengan menyediakan
suatu perhitungan untuk diperiksa dan memberitahukannya kepada para
pesero, dengan jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam akta. (KUHD
52; Rv. 764 dst.)
Pasal 56.
Perseroan yang dibubarkan
dibereskan oleh para pengurus, kecuali bila dalam akta hal itu
ditentukan cara lain. (KUHD 32 dst.; Rv. 99, 539-571.) Ketentuan pasal
35 berlaku untuk hal ini.
57 dan 58. Dihapus dg. s. 1938-276.
BAB IV. BURSA PERDAGANGAN, MAKELAR DAN KASIR.
Bagian 1. Bursa Perdagangan.
Pasal 59.
Bursa perdagangan adalah pertemuan para pedagang, juragan kapal,
makelar, kasir dan orang-orang lain yang bersangkut-paut dengan
perdagangan.
Hal itu diselenggarakan atas kekuasaan Gubernur Jenderal (dalam hal ini Menteri Keuangan). (KUHPerd. 1156; KUHD 61; Rv. 595-31.)
Pasal 60.
Dari perundingan-perundingan dan kesepakatan-kesepakatan yang diadakan
pada bursa disusunlah ketentuan-ketentuan kurs-kurs wesel, harga
barang-barang dagangan, asuransi-asuransi dan muatan janji laut, biaya
pengangkutan laut dan darat, obligasi dalam dan luar negeri, dana-dana,
dan surat-surat berharga lainnya yang dapat digunakan untuk menetapkan
kurs.
Kurs-kurs atau harga-harga yang bermacam-macam itu disusun
menurut peraturan atau kebiasaan setempat. (KUHPerd. 389, 398, 1077,
1155, 1427; KUHD 15 13 , 262, 621 dst.)
Pasal 61.
Jam mulai
diadakan dan berakhirnya bursa, dan segala sesuatu yang berkenaan
dengan ketertibannya yang baik diatur oleh Gubernur Jenderal (dalam hal
ini Menteri Keuangan) dengan peraturan tersendiri.
Bagian 2. Makelar.
Pasal 62.
(s.d.u. dg. S. 1906-335; 1938-276.) Makelar adalah pedagang perantara
yang diangkat oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh
penguasa yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka
menyelenggamkan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan seperti
yang dimaksud dalam pasal 64 dengan mendapat upah atau provisi tertentu,
atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak
terdapat hubungan kerja tetap.
Sebelum diperbolehkan melakukan
pekerjaan, mereka harus bersumpah di depan raad van justitie di mana Ia
termasuk dalam daerah hukumnya, bahwa mereka akan menunaikan kewajiban
yang dibebankan dengan jujur. (KUHPerd. 1078; KUHD 59, 71 dst., 681; S.
1920-69.)
Pasal 63.
Perbuatan-perbuatan para pedagang
perantara yang tidak diangkat dengan cara demikian tidak mempunyai
akibat yang lebih jauh daripada apa yang ditimbulkan dari perjanjian
pemberian amanat. (KUHPerd. 389, 1155, 1792 dst.; KUHD 67 dst.)
Pasal 64.
Pekerjaan makelar terdiri dari mengadakan pembelian dan penjualan untuk
majikannya atas barang-barang dagangan, kapal-kapal, saham-saham dalam
dana umum dan efek tainnya dan obligasi, surat-surat wesel, surat-surat
order dan surat-surat dagang tainnya, menyelenggarakan diskonto,
asuransi, perkreditan dengan jaminan kapal dan pemuatan kapal,
perutangan uang dan lain sebagainya. (KUHPerd. 1078; KUHD 62, 681 dst.)
Pasal 65.
Pengangkatan makelar adalah umum, yaitu dalam segala bidang, atau
dalam akta pengangkatan disebutkan bidang atau bidang-bidang apa saja
pekerjaan makelar itu boleh dilakukan.
Dalam bidang atau
bidang-bidang di mana ia menjadi makelar, Ia tidak diperbolehkan
berdagang, baik sendiri maupun dengan perantaraan pihak lain, ataupun
bersama-sama dengan pihak-pihak lain, ataupun secara berkongsi, ataupun
menjadi penjamin perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan perantaraan
mereka. (KUHD 62, 64, 71 dst.; KUHPerd. 1468 dst.)
Pasal 66.
para makelar diwajibkan untuk segera mencatat setiap perbuatan yang
dilakukan dalam buku-saku mereka, dan selanjutnya setiap hari
memindahkannya ke dalam buku-harian mereka, tanpa bidang-bidang kosong,
garis-garis sela, atau catatan-catatan pinggir, dengan menyebutkan
dengan jelas nama-nama pihak-pihak yang bersangkutan, waktu perbuatan
atau waktu penyerahan, sifatnya, jumlahnya dan harga barangnya, dan
semua persyaratan perbuatan yang dilakukan. (KUHD 6.)
Pasal 67.
para makelar diwajibkan untuk memberikan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan setiap waktu dan begitu mereka ini menghendaki,
petikan-petikan dari buku mereka yang berisi segala sesuatu yang mereka
catat berkenaan dengan perbuatan yang menyangkut pihak tersebut. (KUHD
12.)
Hakim dapat memerintahkan para makelar untuk membuka
buku-bukunya di hadapan pengadilan untuk mencocokkan petikan-petikan
yang dikeluarkan dengan aslinya, dan mereka dapat menuntut pewelasan
tentang itu. (KUHPerd. 1905.)
Pasal 68.
Bila perbuatannya
tidak seluruhnya dipungkiri, maka catatan-catatan yang dipindahkan oleh
makelar dari buku-sakunya ke buku-hariannya merupakan bukti antara
pihak-pihak yang ber-sangkutan mengenai waktu, dilakukannya perbuatan
dan penyerahannya, inengenai sifat-sifat danjumlah barangnya, mengenai
harga beserta syarat-syaratnya yang menjadi dasar pelaksanaan perbuatan
itu. (KUHD 66.)
Pasal 69.
Bila tidak dibebaskan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, maka para makelar harus menyimpan contoh
dari tiap-tiap partai barang yang telah dijual atas dasar contoh dengan
perantaraan mereka, hingga pada waktunya terselenggara penyerahan,
dengan dibubuhi catatan yang cukup untuk mengenalinya.
Pasal 70.
Setelah menutup jual-beli surat wesel atau efek lain semacam itu yang
dapat diperdagangkan, makelar menyerahkannya kepada pembeh, bertanggung
jawab atas kebenaran tanda tangan penjual yang ada di atasnya. (KUHD 65,
100, 110-113, 178, 187, 506 dst.)
Pasal 71.
para makelar
yang bersalah karena melanggar salah satu ketentuan yang diatur dalam
bagian ini, sejauh mengenai mereka, akan dihentikan sementara dari
tugasnya oleh kekuasaan umum yang mengangkat mereka, menurut keadaan,
atau dihentikan dari jabatannya, dengan tidak mengurangi hukuman-hukuman
yang ditentukan untuk itu, demikian pula penggantian biaya-biaya,
kerugiankerugian dan bunga-bunga yang menjadi kewajibannya sebagai
penerima amanat. (KUHPerd. 1801, 1803; KUHD 62, 65 dst., 69.)
Pasal 72.
Seorang makelar dihentikan sementara dari tugasnya oleh keadaan pailit,
dan kemudian dapat dihentikan dari jabatannya oleh hakim.
Dalam hal
pelanggaran larangan yang termuat dalam pasal 65 alinea kedua, seorang
makelar yang telah dinyatakan pailit, harus dipecat dari jabatannya.
(KUHD 62, 71.)
Pasal 73.
Makelar yang telah dihentikan dari jabatannya tak dapat sama sekali dikembalikan ke dalam jabatannya. (KUHD 71 dst.)
Bagian 3. Kasir.
Pasal 74.
Kasir adalah orang yang diserahi kepercayaan untuk menyimpan dan
membayarkan uang dengan mendapat upah atau provisi tertentu. (KUHPerd.
1694 dst., 1792 dst., 1812; KUHD 6 dst., 59.)
Pasal 75.
Seorang kasir yang menangguhkan pembayarannya atau jatuh pailit dianggap
karena kesalahannya sendiri menjatuhkan usahanya. (KUHPerd. 1916.)
BAB V. KOMISIONER, EKSPEDITUR, PENGANGKUT DAN JURAGAN KAPAL YANG
MENGARUNGI SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN.
Bagian 1. Komisioner.
Pasal 76.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Komisioner adalah orang yang menyelenggarakan
perusahaannya dengan melakukan perjanjian-perjanjian atas namanya
sendiri atau firmanya, dan dengan mendapat upah atau provisi tertentu,
atas order dan atas beban pihak lain. (KUHPerd. 1792 dst.; KUHD 6 dst,
62, 79, 85a.)
Pasal 77.
Komisioner tidak berkewajiban untuk
memberitahukan kepada orang dengan siapa ia bertindak tentang yang
menanggung beban tindakannya itu.
Ia langsung bertanggungjawab
terhadap sesama rekan dalam perjanjian seolah-olah tindakan itu
urusannya sendiri. (KUHPerd. 1802; KUHD 78, 85a, 240, 262.)
Pasal 78.
Pemberi amanat tidak mempunyai hak tagihan terhadap pihak dengan siapa
komisioner bertindak, seperti halnya pihak yang bertindak dengan
komisioner tidak dapat menuntut pemberi amanat. (KUHPerd. 1799.)
Pasal 79.
Akan tetapi bila seorang komisioner telah bertindak atas nama pemberi
amanat, maka hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, juga terhadap pihak
ketiga, diatur oleh ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata dalam Bab "Pemberian Amanat".
Ia tidak mempunyai hak mendahului seperti dimaksud dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 1792 dst., 1812; KUHD 80 dst.)
Pasal 80.
Untuk tagihan-tagihan terhadap pemberi amanat sebagai komisioner,
demikian pula dalam hal uang yang telah dibayarkan lebih dahulu,
bunga-bunga, biaya-biaya dan provisi-provisi, demikian juga untuk
perikatan-perikatannya yang masih berjalan, komisioner mempunyai hak
mendahului atas barang-barang yang telah dikirim kepadanya oleh pemberi
amanat untuk dijual, atau untuk disimpan sampai penentuan lebih lanjut,
atau yang telah dibeli olehnya untuk pemberi amanat dan telah
diterimanya, selama barang-barang itu masih ada dalam kekuasaannya.
Hak
mendahului ini mengalahkan segala hak lainnya, kecuah dari pasal
1139-10 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1134, 1139-41,
51 dan 7'; KUHD 81 dst., 85, 85a.)
Pasal 81.
Bila
barang-barang yang dimaksud dalam pasal 80 dijual dan diserahkan atas
nama pemberi amanat, maka komisioner membayar pada dirinya sendiri
jumlah tagihan-tagihannya yang ada hak mendahuluinya menurut pasal
tersebut, yang diambilkan dari hasil penjualannya. (KUHPerd. 1425 dst.;
KUHD 85a.)
Pasal 82.
Bila pemberi amanat telah mengirimkan
barang-barang kepada komisioner, dengan amanat untuk menyimpannya sampai
ketentuan lebih lanjut atau membatasi kekuasaan komisioner untuk
menjualnya, atau bila amanat untuk menjualnya sudah dihapus, dan yang
disebut pertama tidak memenuhi tagihan-tagihan komisioner terhadapnya
yang diberi hak mendahului oleh pasal 80, maka dengan memperlihatkan
surat-surat bukti yang perlu, atas surat permohonan sederhana komisioner
dapat memperoleh izin dari raad van justitie tempat tinggalnya untuk
menjual barang-barang itu seluruhnya atau sebagian dengan cara yang
ditentukan dalam surat keputusan hakim.
Komisioner tersebut
berkewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi amanat baik tentang
permohonan izin itu, maupun tentang penjualan yang telah terjadi
berdasarkan izin itu paling lambat hari berikutnya, bila tiap-tiap hari
ada pos ataupun telegrap, atau kalau tidak demikian, dengan pos pertama
yang berangkat. Pemberitahuan dengan telegrap atau dengan surat
tercatat berlaku sebagai pemberitahuan yang sah. (KUHPerd. 1366 dst.)
Pasal 83.
Seorang komisioner yang untuk pemberi amanat telah membeli
barang-barang dan menerimanya, dapat diberi kuasa oleh raad van justitie
tempat tinggalnya dengan cara seperti ditentukan dalam pasal di atas
untuk menjual barangbarang itu, bila pemberi amanat tidak memenuhi
tagihan-tagihan komisioner itu terhadapnya dan yang menurut pasal 80
diberi hak mendahului.
Alinea terakhir pasal 82 berlaku terhadap hal ini. (KUHD 81, 85a.)
Pasal 84.
(s.d.u. dg. S. 1906-348.) Dalam hal pailitnya pemberi amanat, maka
ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 56, 57 dan 58 peraturan kepailitan
mengenai pihak pemegang gadai atau pihak yang berutang berlaku bagi dan
terhadap komisioner,
Penundaan pembayaran yang diberikan kepada
pihak pemberi amanat tidak menjadi halangan baginya untuk menggunakan
wewenang-wewenang yang diberikan kepadanya oleh pasal-pasal 81, 82 dan
83.
Pasal 85.
Pemberian wewenang-wewenang tersebut dalam
pasal 81, 82 dan 83 sama sekali tidak mengurangi hak menahan yang
diberikan kepada komisioner oleh pasal 1812 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. (KUHD 76-79.)
Pasal 85a.
(s.d.t. dg. S. 1938-276.)
Bila seseorang atas namanya sendiri atau firmanya dan dengan mendapat
upah atau provisi tertentu, atas order dan atas beban orang lain,
mengadakan perjanjian tanpa menjadikannya sebagai perusahaan, maka
terhadapnya bertaku juga pasal-pasal 77, 78, 80 sampai dengan 85, 240
dan 241. (KUHD 6 dst., 76; KUHPerd. 1792, 1794.)
Bagian 2. Ekspeditur.
Pasal 86.
Ekspeditur adalah seseorang yang pekerjaannya menyelenggarakan
pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lain di darat atau
di perairan.
Ia diwajibkan membuat catatan-catatan dalam register
harian secara berturut-turut tentang sifat dan jumlah barang-barang atau
barang-barang dagangan yang harus diangkut, dan bila diminta, juga
tentang nilainya. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1792 dst.; KUHD 6 dst., 76,
90, 95.)
Pasal 87.
Ia harus menjamin pengiriman dengan rapi
dan secepatnya atas barang-barang dagangan dan barang-barang yang telah
diterimanya untuk itu, dengan mengindahkan segala sarana yang dapat
diambilnya untuk menamin pengiriman yang baik. (KUHPerd. 1244, 1367,
1800 dst.; KUHD 88.)
Pasal 88.
Ia juga harus menanggung
kerusakan atau kehilangan barang-barang dagangan dan barang-barang
sesudah pengirimannya yang disebabkan oleh kesalahan atau
keteledorannya. (KUHD 91 dst.)
Pasal 89.
Ia harus juga menanggung ekspeditur-perantara yang digunakannya. (KUHPerd. 1803.)
Pasal 90.
Surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan
pengangkut atau juragan kapal, dan meliputi selain apa yang mungkin
menjadi persetujuan antara pihak-pihak bersangkutan, seperti misalnya
jangka waktu penyelenggaraan pengangkutannya dan penggantian kerugian
dalam hal kelambatan, juga meliputi:
1. nama dan berat atau ukuran barang-barang yang harus diangkut beserta merek-mereknya dan bilangannya;
2. nama yang dikirimi barang-barang itu;
3. nama dan tempat tinggal pengangkut atau juragan kapal;
4. jumlah upah pengangkutan;
5. tanggal penandatanganan;
6. penandatanganan pengirim atau ekspeditur.
Surat muatan harus dicatat dalam daftar harian oleh ekspeditur. (KUHD 86, 454 dst., 506.)
Bagian 3. Pengangkut Dan Juragan Kapal Melalui Sungai-sungai
Dan Perairan Pedalaman.
Pasal 91.
para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggungjawab atas semua
kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan atau barang-barang
yang telah diterima untuk diangkut, kecuali hal itu disebabkan oleh
cacat barang itu sendiri, atau oleh keadaan di luar kekuasaan
mereka,.atau oleh kesalahan atau ketalaian pengirim atau ekspeditur
sendiri. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1246, 1367, 1617; KUHD 87 dst., 93,
95, 98, 342 dst., 533, 693.)
Pasal 92.
Pengangkut atau
juragan kapal tidak bertanggung jawab atas kelambatan pengangkutan, bila
hal itu disebabkan oleh keadaan yang memaksa. (KUHPerd.1245; KUHD 87.)
Pasal 93.
Setelah pembayaran upah pengangkutan barang-barang dagangan dan
barang-barang yang telah diangkut atas dasar pesanan diterima, maka
gugurlah segala hak untuk menuntut kerugian kepada pengangkut atau
juragan kapal dalam hal kerusakan atau kekurangan, bila cacatnya waktu
itu dapat ditihat dari luar.
Jika kerusakan atau kekurangannya tidak
dapat dilihat dari luar, dapat dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan
setelah barang-barang itu diterima, tanpa membedakan sudah atau belum
dibayar upah pengangkutan, asalkan pemeriksaan itu diminta dalam waktu
dua kali dua puluh empat jam setelah penerimaan, dan temyata
barang-barang itu masih dalam wujud yang semula. (KUHD 485 dst.,
746,753.)
Pasal 94.
(s.d. u. dg. S. 1925-497.) Bila terjadi
penotakan penerimaan barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya,
atau timbul perselisihan tentang hal itu, ketua Raad van Justitie, atau
bila tidak ada, hakim karesidenan ataujika Ia tidak ada, terhalang atau
tidak di tempat, maka kepaIa pemerintahan setempat memerintahkan, atas
surat pennohonan sederhana untuk diambil tindakan-tindakan seperlunya
guna pemeriksaan barang-barang itu oleh ahli-ahli, setelah pihak
lainnya, bila Ia berada di tempat itu juga, didengar, dan dengan
demikian pula dapat memerintahkan juga untuk menyimpannya secara
memuaskan, agar dari itu dapat dibayarkan upah pengangkutan dan
biaya-biaya lainnya kepada pengangkut dan juragan kapal.
Raad van
justitie atau Hakim Karesidenan atau KepaIa Daerah setempat berwenang
dengan cara seperti ditentukan di atas untuk memberi kuasa menual di
depan umum barang-barang yang mudah rusak atau sebagian dari
barang-barang itu untuk memenuhi pembayaran upah pengangkutan dan biaya
lain. (KUHD 81, 493 dst.)
Pasal 95.
Semua hak-menuntut
terhadap ekspeditur, pengangkut ataujuragan kapal berdasarkan kehilangan
barang-barang seluruhnya, kelambatan penyerahan, dan kerusakan pada
barang-barang dagangan atau barang-barang, kedaluwarsanya pengiriman
yang dilakukan dalam wilayah Indonesia, selama satu tahun dan selama dua
tahun dalam hal pengiriman dari Indonesia ke tempat-tempat lain, bila
dalam hal hilangnya barang-barang, terhitung dari hari waktu seharusnya
pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barangnya selesai, dan
dalam hal kerusakan dan kelambatan penyampaian, terhitung dari hari
waktu barang-barang itu seharusnya akan sampai di tempat tujuan.
Kedaluwarsa ini tidak berlaku dalam hal adanya penipuan atau ketidakjujuran. (KUHPerd. 1967; KUHD 86 dst., 91, 93.)
Pasal 96.
Dengan tidak mengurangi hal-hal yang mungkin diatur dalam peraturan
khusus, maka ketentuan-ketentuan bagian ini berlaku pula terhadap para
pengusaha kendaraan umum di darat dan di air. Mereka berkewajiban
menyelenggarakan registrasi untuk barang-barang yang diterimanya.
Bila barang-barang itu terdiri dari uang, emas, perak, permata,
mutiara, batubatu mulia, efek-efek, kupon-kupon atau surat-surat
berharga lain yang semacam itu, maka pengirim berkewajiban untuk
memberitahukan rdlai barang-barang itu, dan Ia dapat menuntut pencatatan
hal itu dalam register tersebut.
Bila pemberitahuan itu tidak
terjadi, maka dalam hal terjadinya kehilangan atau kerusakan, pembuktian
tentang nilainya hanya diperbolehkan menurut ujud lahirnya saja.
Bila pemberitahuan nilai itu ada, maka hal itu dapat dibuktikan dengan
segala alat bukti menurut hokum, dan malahan hakim I>erwenaiftg
untuk mempercayai sepenuhnya pemberitahuan pengirim setelah diperkuat
dengan sumpah, dan menaksir serta menetapkan ganti rugi berdasarkan
pemberitahuan itu. (KUHD 86, 91 dst., S. 1823-3.)
Pasal 97.
Pelayaran-bergilir dan semua perusahaan pengangkutan lainnya tetap
tunduk kepada peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang ada dalam
bidang ini, selama hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dalam bab ini.
Pasal 98.
Ketentuan-ketentuan bab ini tidak
berlaku terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara pembeli dan
penjual. (KUHPerd. 1457 dst., 1473 dst., 1513.) 99. Dihapus dg. S.
1938-276,
BAB VI. SURAT WESEL DAN SURAT SANGGUP (ORDER).
Anotasi:
Bab lama telah diganti dengan bab ini dengan menghilangkanpasal 99,
berdasarkan S. 1934-592 jo. 1935-531, yang berlaku terhitung dari 1
Januari 1936. Tujuannya ialah, agar ketentuan-ketentuan mengenai Surat
Wesel dan Surat Sanggup sedapat-dapatnya dipersamakan dengan
ketentuan-ketentuan Undang-undang Negeri Belanda dari 25 Juli 1932, N.S.
1932-405, yang telah disesuaikan dengan Traktat Genewa 7 Juni 1930
tentang:
1. pengadaan undang-undang yang seragam tentang surat-surat Wesel dan surat-surat sanggup;
2. pengaturan perselisihan-perselisihan mengenai surat-surat Wesel dan Suratsurat sanggup;
3. bea meterai surat-surat Wesel dan surat-surat sanggup.
Dengan
undang-undang tgl. 25 April 1935 (N.S. No. 224) traktat-traktat itu
dinyatakan berlaku terhadap Indonesia, Suriname dan Curaqao terhitung
dari tgl. 14 Oktober 1935 untuk Indonesia dan Cura@ao.
Bagian 1. Pengeluaran Dan Bentuk Surat Wesel.
Pasal 100.
Surat wesel memuat: (KUHD 174, 178,)
1.
pemberian nama " surat Wesel ", yang dimuat dalam teksnya sendiri dan
dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam surat itu; (AB. 18.)
2. perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu; (KUHD 104 dst.)
3. nama orang yang harus membayar (tertarik); (KUHD 102.)
4. penunjukan hari jatuh tempo pembayaran; (KUHD 101, 132 dst.)
5. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KUHD 101, 103, 126.)
6.
nama orang kepada siapa pembayaran harus dilakukan, atau orang lain
yang ditunjuk kepada siapa pembayaran itu harus dilakukan; (KUHD 102,
109a.)
7. pernyataan hari ditandatangani beserta tempat penarikan surat Wesel itu; (KUHD 101.)
8. tanda tangan orang yang mengeluarkan surat Wesel itu (penarik). (KUHD 106 dst.)
Pasal 101.
Suatu
surat demikian, di mana satu dari pernyataan-pernyataan yang termaktub
dalam pasal yang lalu tidak tercantum, tidak berlaku sebagai surat
Wesel, dengan pengecualian-pengecualian seperti tersebut di bawah ini:
(KUHD 175, 179.)
Surat Wesel yang tidak ditetapkan hari jatuh tempo pembayarannya, dianggap harus dibayar pada hari ditunjukkannya.
Bila
tidak terdapat penunjukan tempat khusus, maka tempat yang tersebut di
samping nama tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran dan juga
sebagai tempat domisili tertarik.
Surat Wesel yang tidak menunjukkan
tempat penarikannya, dianggap telah ditandatangani di tempat yang
tercantum di samping nama penarik. (KUHPerd. 1915 dst., 1921.)
Pasal 102.
Surat Wesel dapat dibuat kepada orang yang ditunjuk oleh penarik.
Dapat ditarik atas diri penarik sendiri.
Dan yang dapat ditarik atas beban pihak ketiga.
Penarik
dianggap menarik atas beban diri sendiri, bila dari surat Wesel itu
atau dari surat pemberitahuannya tidak temyata atas beban siapa hal itu
terjadi. (KUHD 183; KUHPerd. 1915 dst., 1921.)
Pasal 102a.
Bila
penarik mencantumkan pada surat Wesel pernyataan "nilai untuk diinkaso
", "untuk inkaso ", "diamanatkan ", atau pernyataan lain yang membawa
arti amanat betaka untuk memungut, maka penerimanya dapat menggunakan
semua hak yang timbul dari surat Wesel, akan tetapi Ia tidak dapat
mengendosemenkan secara lain daripada secara mengamanatkannya.
Pada
surat Wesel demikian para debitur Wesel hanya dapat menggunakan alatalat
pembantah terhadap pemegang, yang semestinya dapat mereka gunakan
terhadap penarik.
Amanat yang termuat dalam surat Wesel inkaso tidak
berakhir karena meninggatnya pemberi amanat atau karena kemudian pemberi
amanat menjadi tidak cakap menurut hukum. (KUHD 100, 117; KUHPerd. 1792
dst., 1813.)
Pasal 103.
Surat Wesel dapat dibayar di tempat
kediaman pihak ketiga, baik di tempat don-tisili tertarik, maupun di
tempat lain. (KLTHD 100-5', 126, 185; KUHPerd. 17 dst., 24.)
Pasal 104.
Dalam surat Wesel yang harus dibayar atas pengunjukan atau dalam suatu
jangka waktu tertentu setelah pengunukan, penarik dapat menentukan,
bahwa jumlahuang itu membawa bunga.
Dalam tiap-tiap surat Wesel lain,
Klausula bunga ini dianggap tidak ditulis. Bunga itu berjalan
terhitung dari hari penandatanganan surat Wesel itu, kecuali bila
dkunjuk hari lain.
Pasal 105.
Surat Wesel yangjumlah uangnya
dengan lengkap ditulis dengan huruf danjuga dengan angka, maka bila
terdapat perbedaan, berlaku menurutjumlah uang yang ditulis lengkap
dengan huruf.
Surat Wesel yang jumlahnya berkali-kali ditulis dengan
lengkap baik dengan huruf maupun dengan angka, maka bila terdapat
perbedaan, hanya berlaku sebesar jumlah yang terkeeil. (KUHPerd. 1878
dst.; KUHD 186.)
Pasal 106.
Bila surat Wesel memuat tanda
tangan orang-orang yang menurut hukum tidak cakap untuk mengikatkan diri
dengan menggunakan surat Wesel, memuat lands tangan palsu, tanda tangan
dari orang rekaan, atau tanda tangan orang-orang yang karena
alasan-alasan lain apa pun juga tidak dapat mengikat orangorang yang
telah membubuhkan tanda tangan atau orang yang atas nama siapa telah
dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan orang-orang lain yang tanda
tangannya terdapat dalam surat Wesel itu, berlaku sah. (KUHPerd. 108,
113, 1446, 1872, 1876 dst.; KUHD 70, 187; KUHP 264.)
Pasal 107.
Setiap orang yang membubuhkan tanda tangannya di atas surat Wesel
sebagai wakil dari seseorang untuk siapa Ia tidak mempunyai wewenang
untuk bertindak, Ia sendiri terikat berdasarkan surat Wesel itu, dan
setelah membayar, mempunyai hak yang sama seperti yang semestinya ada
pada orang yang katanya diwakilinya itu. Hal itu berlaku juga terhadap
seorang wakil yang melampaui batas wewenangnya. (KUHPerd. 1797, 1806;
KUHD 188.)
Pasal 108.
Penarik menjamin akseptasinya dan pembayarannya. (KUHD 120 dst., 137 dst., Rv. 299, 581.)
Ia
dapat menyatakan dirinya bebas dari -penjaminan akseptasi; tiap-tiap
Klausula yang membebaskannya dari kewajiban penjaminan pembayaran,
dianggap tidak ditulis. (KUHD 121.)
Pasal 109.
Bila surat
wesel yang pada waktu pengetuarannya tidak lengkap, telah dibuat
lengkap, bertentangan dengan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat,
maka kepada pemegang tidak dapat diajukan tentang tidak memenum
perjanjian-perjanjian itu, kecuali pemegang telah memperoleh surat wesel
itu dengan itikad buruk atau disebabkan oleh kesalahan yang besar.
(KUHD 168.)
Pasal 109a.
Penarik berkewajiban untuk menetapkan
atas pilihan penerima, apakah harus dibayarkan kepada penerima surat
wesel itu, ataukah kepada orang lain; dalam hal kedua-duanya itu kepada
tertunjuk atau tanpa tambahan kata "kepada tertunjuk ", ataupun dengan
penambahan suatu istilah seperti dimaksud dalam pasal 110 alinea kedua.
(KUHD 102.)
Pasal 109b.
Penarik atau seseorang atas tanggungan
siapa surat wesel ditarik, berkewajiban untuk berusaha agar tertarik
mempunyai dana yang cukup guna membayar, sekalipunjika surat wesel itu
harus dibayar pada pihak ketiga, tapi dengan pengertian, bahwa penarik
sendiri secara pribadi bagaimanapun bertanggung jawab pada pemegang dan
para endosan sebelumnya. (KUHD 102 dst., 127a, 146a.)
109C. Tertarik
dianggap telah mempunyai dana yang diperlukan itu, bila pada waktu
jatuh tempo pembayaran surat wesel itu, atau pada saat di mana
berdasarkan pasal 142 alinea ketiga pemegang dapat menggunakan hak
regresnya, tertarik berutang kepada penarik atau kepada orang yang atas
bebannya telah ditarik wesel, suatu jumlah uang yang sudah dapat
ditagih, paling sedikit sama dengan jumlah pada surat weset itu. (KUHD
127a, 146a.)
Bagian 2. Endosemen.
Pasal 110.
Setiap
surat wesel, juga yang tidak dengan tegas berbunyi kepada tertunjuk,
dapat dipindahkan ke tangan orang lain dengan jalan endosemen.
Bila
penarik mencantumkan dalam surat wesel itu: "tidak kepada tertu@uk" atau
pernyataan lain semacam itu, maka surat wesel itu hanya dapat
dipindahkan ke tangan orang lain dalam bentuk sesi biasa beserta
akibat-akibatnya. Endosemen yang ditempatkan pada surat wesel yang
demikian berlaku sebagai sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
Endosemen itu
bahkan dapat dilakukan untuk keuntungan tertarik, baik sebagai akseptan
ataupun bukan, untuk keuntungan penarik atau setiap debitur wesel.
Orang-orang ini dapat mengendosemenkan lagi surat wesel itu. (KUHD 111
dst., 119, 166.)
Pasal 111.
Endosemen itu harus tidak bersyarat. Setiap syarat yang dimuat padanya dianggap tidak ditulis. (KUHD 114.)
Endosemen untuk sebagian adalah batal.
Endosemen atas-tunjuk berlaku sebagai endosemen dalam blangko. (KUHD 1122, 1132.)
Pasal 112.
Endosemen
itu harus diadakan di atas surat weset itu atau pada lembaran yang
dilekatkan padanya (lembaran sambungan). Hal itu harus ditandatangani
oleh endosan.
Endosemen itu dapat membiarkan pihak yang
diendosemenkan tidak disebut, atau endosemen itu terdiri dari tanda
tangan belaka dari endosan (endosemen blangko). Dalam hal yang
terakhir, agar dapat berlaku sah, endosemen itu harus dibuat di halaman
belakang surat wesel itu atau pada lembaran sambungannya. (KUHD 1133,
113 2.)
Pasal 113.
Dengan endosemen itu semua hak-hak yang bersumber pada surat wesel itu dipindahkan ke tangan pihak lain. (KUHD 114.)
Bila endosemen itu dalam blangko, maka pemegangnya dapat: (KUHD 1113, 1122.)
1. mengisi blangko itu baik dengan namanya sendiri ataupun nama orang lain;
2. mengendosemenkan lebih lanjut surat wesel itu dalam blangko atau kepada orang lain;
3.
menyerahkan surat wesel itu kepada pihak ketiga tanpa mengisi blangko
itu dan tanpa mengendosemenkannya. (KUHPerd. 612 dst.; KUHD 194.)
Pasal 114.
Kecuali bila dipersyaratkan lain, maka endosan me@amin akseptasi dan pembayarannya. (Rv. 299, 581-1 sub 11.)
Ia
dapat melarang endosemen baru; dalam hal itu Ia tidak merdamin
akseptasi dan pembayarannya terhadap mereka kepada siapa surat wesel itu
diendosemenkan kemudian. (KUHD 111, 113'.)
Pasal 115.
Barangsiapa memegang surat wesel, dianggap sebagai pemegang yang sah,
bila Ia menunjukkan haknya dengan memperlihatkan deretan endosemen yang
tak terputus, bahkan bila endosemen terakhir dibuat sebagai endosemen
blangko. Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap dalam hal itu tidak
ditulis. Bila endosemen blangko diikuti oleh endosemen lain, maka
penandatangan endosemen terakhir ini dianggap telah mctmperoleh surat
wesel itu karena endosemen dalam blangko. (KUHD 1393.)
Bila seseorang
dengan jalan apa pun juga telah kehilangan surat wesel yang
dikuasainya, maka pemegangnya yang menunjukkan haknya dengan cara
seperti yang diatur dalam alinea di atas, tidak diwajibkan untuk
melepaskan surat wesel itu, kecuali bila Ia telah memperolehnya dengan
itikad buruk, atau karena suatu kesalahan yang besar. (KUHPerd. 582,
1977; KUHD 167a, 167b.)
Pasal 116.
Mereka yang ditagih
berdasarkan surat wesel terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan
alat-alat pembantah yang berdasarkan hubungan pribadinya dengan penarik
atau para pemegang yang terdahulu, kecuali bila pemegang tersebut pada
waktu memperoleh surat wesel itu dengan sengaja telah bertindak dengan
merugikan debitur. (KUHD 102a, 118.)
Pasal 117.
Bila
endosemen itu memuat pernyataan: "nilai untuk inkaso ", "diamanatkan ",
atau pernyataan lain yang membawa arti amanat belaka untuk memungut,
maka pemegangnya dapat rrtenggunakan semua hak yang timbul dari surat
wesel itu, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkayinya secara lain
daripada secara mengamanatkannya.
Dalam hal itu para debitur wesel
hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya,
seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap endosan.
Amanat yang
termuat dalam endosemen inkaso tidak berakhir karena meninggainya
pemberi amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tak cakap
menurut hukum, (KUHD 102a; KUHPerd. 1792 dst., 1813.)
Pasal 118.
Bila
suatu endosemen memuat pernyataan: "nilai untuk jaminan ", “nilai untuk
gadai " atau pernyataan lain yang membawa arti pemberianjaminan gadai,
maka pemegangnya dapat mempergunakan segala hak yang timbul dari surat
wesel itu, akan tetapi endosemen yang dilakukan olehnya hanya berlaku
sebagai endosemen dengan cara pemberian amanat. (KLJHPerd. 1150, 1152
dst.)
para debitur wesel terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan
alat-alat pembantah yang berdasarkan hubungan pribadi mereka terhadap
endosan, kecuali bila pada waktu memperoleh surat wesel itu pemegang
dengan sengaia telah bertindak dengan merugikan debitur. (KUHD 116.)
Pasal 119.
Endosemen yang dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran, mempunyai
akibat-akibat yang sama seperti endosemen yang dibuat sebelum jatuh
tempo itu. Akan tetapi endosemen yang dilakukan setelah protes
non-pembayaran atau setelah lewat jangka waktu yang ditentukan untuk
membuat protes itu, hanya mempunyai akibat-akibat sebagai sesi biasa. (
KUHPerd. 613.)
Dengan kemungkinan untuk membuktikan kebalikannya,
maka endosemen tanpa tanggal dianggap dibuat sebelum lewatnyajangka
waktu yang ditentukan untuk membuat protes tersebut. (KUHPerd. 1915 dst;
KUHD 143.)
Bagian 3. Akseptasi.
Pasal 120.
Sampai hari
jatuh tempo pembayaran, surat wesel dapat diajukan oleh pemegang yang
sah atau oleh orang yang semata-mata hanya memegangnya belaka, kepada
tertarik di tempat tinggalnya untuk akseptasi. (KUHD 121, 124 dst.)
Pasal 121.
Dalam
setiap surat wesel dapat ditentukan oleh penarik, dengan atau tanpa
penetapan suatu jangka waktu, bahwasurat wesel itu harus diajukan untuk
akseptasi.
Ia dapat melarang dalam surat wesel itu diajukan untuk
akseptasi, kecuali dalam surat-surat wesel yang harus dibayar oleh pihak
ketiga, atau harus dibayar di tempat lain dari tempat domisili tertarik
atau yang harus dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukah. (KUHD
108, 122, 132.)
Ia dapat juga menentukan, bahwa mengajukannya untuk akseptasi tidak dapat dilakukan sebelum suatu hari tertentu. (KUHD 127c.)
Setiap
endosan dapat menentukan, dengan atau tanpa penetapan jangka waktu,
bahwa surat wesel itu harus diajukan untuk akseptasi, kecuali bila
penarik telah menerangkan, bahwa surat wesel itu tidak dapat dimintakan
akseptasi. (KUHD 127b.)
Pasal 122.
Surat wesel yang harus
dibayar suatu waktu setelah ditunjukkan harus diajukan untuk akseptasi
dalam satu tahun setelah hari ditandatangani. (KUHD 132 dst., 143, 152.)
Penarik dapat memperpendek atau memperpanjang hal itu.
Para endosan dapat memperpendek jangka-jangka waktu tersebut.
Pasal 123.
Tertarik
dapat meminta untuk mengadakan pengajuan kedua pada keesokan harinya
setelah pengajuan hari pertama. Mereka yang berkepentingan tidak akan
diperkenankan untuk menggunakan sebagai dalih, bahwa oleh mereka
permintaan itu telah tidak dikabulkan, kecuali bila permintaan itu
tercantum dalam protesnya.
Pemegang tidak berkewajiban untuk melepaskan kepada tertarik surat wesel yang diajukan olehnya untuk akseptasi. (KUHD 143.)
Pasal 124.
Akseptasi
dibuat di atas surat wesel. Hal itu dinyatakan dengan perkatataan:
"diakseptasi", atau dengan kata semacam itu; Ia ditandatangani oleh
tertarik. Sebuah tanda tangan saja dari tertarik yang dibubuhkan di
halaman depan surat wesel itu, berlaku sebagai akseptasi. (KUHD 127,
127b.)
Bila surat wesel itu harus dibayar suatu waktu tertentu
setelah ditunjukkan, atau bila ia berdasarkan persyaratan tegas harus
diajukan untuk akseptasi dalam jangka waktu tertentu, maka dalam
akseptasi harus termuat tanggal hari penyelenggaraannya, kecuali
pemegangnya minta hari pengajuannya. Bila tanggal itu tidak tercantum,
pemegangnya harus menyuruh menetapkan kelalaian itu dengan jalan protes
pada saatnya, dengan ancaman hukuman kehilangan hak regres terhadap para
endosan dan terhadap penariknya yang telah menyediakan dananya. (KUHD
122, 126, 143, 165.)
Pasal 125.
Akseptasi itu tidak
bersyarat, akan tetapi tertarik dapat membatasinya sampai sebagian dari
jumlahnya. (KUHPerd. 1253 dst., 1390.)
Setiap perubahan lain yang
diadakan oleh akseptan berkenaan dengan hal yang dinyatakan dalam surat
wesel itu, berlaku sebagai penolakan akseptasi. Akan tetapi akseptan
terikat sesuai dengan isi akseptasinya. (KUHD 128, 143, 150.)
Pasal 126.
Bila penarik menetapkan pada surat wesel itu, bahwa pembayarannya harus
dilakukan di tempat lain dari tempat domisiti tertarik, tanpa menunjuk
orang ketiga di mana pembayaran hanis dilakukan, maka tertarik dapat
menunjuknya pada akseptasinya. Dalam hal kelalaian penunjukan demikian,
akseptan dianggap mengikatkan diri untuk membayar pada tempat
pembayaran. (KUHD 101.)
Bila surat wesel itu harus dibayar di tempat
domisili tertarik, maka ia dalam akseptasinya dapat menunjuk alamat di
tempat itu juga di mana pembayarannya harus dilakukan. (KUHD 143a.)
Pasal 127.
Dengan akseptasi itu tertarik mengikat diri untuk membayar surat weselnya pada hari jatuh tempo pembayarannya. (KUHD 164.)
Dalam
kelalaian pembayaran, pemegang sekalipun Ia penarik, mempunyai tagihan
langsung yang timbul dari surat wesel itu terhadap akseptan, untuk
segala sesuatu yang dapat ditagih berdasarkan pasal-pasal 147 dan 148.
(Rv. 299, 581-1 sub 1'.)
Pasal 127a.
Barangsiapa memegang dana
secukupnya yang khusus disediakan untuk pembayaran surat wesel yang
telah ditarik, diwajibkan melaksanakan akseptasinya, dengan ancaman
hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga terhadap penarik.
(KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 109c, 127c, 146a, 152a.)
Pasal 127b.
Penyanggupan
untuk mengakseptasi suatu surat wesel, tidak berlaku sebagai akseptasi,
akan tetapi memberi hak kepada penarik untuk menggugat penggantian
kerugian terhadap penyanggup, yang menolak memenuhi kesanggupannya.
Kerugian
terdiri dari biaya protes dan penarikan surat wesel baru, bila surat
wesel itu telah ditarik atas beban penarik sendiri.
Bila penarikan
telah dilakukan atas beban pihak ketiga, kerugian dan bunga itu terdiri
dari biaya protes dan penarikan surat wesel baru, dan dari jumlah yang
atas kredit surat wesel itu telah dibayar lebih dulu oleh penarik,
berdasarkan penyanggupan yang diperoleh dari penyanggup, kepada pihak
ketiga itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 121, 151.)
Pasal 127c.
Penarik
berkewajiban untuk memberikan advis pada saatnya kepada tertarik
tentang surat wesel yang ditarik olehnya, dan bila melalaikan hal itu,
Ia berkewajiban mengganti biaya akibat penotakan akseptasi atau
pembayaran yang terjadi karena itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 127a.)
Pasal 127d.
Bila surat wesel itu ditarik atas beban orang ketiga, maka hanya orang inilah yang terikat pada akseptan. (KUHD 102.)
Pasal 128.
Bila tertarik mencoret akseptasi yang telah dilakukan atas surat wesel
sebelum penyerahan kembau surat tersebut, dianggap akseptasinya telah
ditolak. Dengan kemungkinan pembuktian sebaliknya maka pencoretan itu
dianggap telah terjadi sebelum penyerahan kembali surat wesel itu. (KUHD
125.)
Akan tetapi bila tertarik telah menyatakan secara tertulis
tentang akseptasinya kepada pemegangnya atau kepada seseorang yang
taanda tangannya terdapat dalam surat wesel itu, maka Ia terikat
terhadap orang ini sesuai dengan isi akseptasinya. (KUHD 127, 127b.)
Bagian 4. Aval (Perjanjian Jaminan).
Pasal 129.
Pembayaran suatu surat wesel dapat dijamin dengan perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya atau sebagian dari uang wesel itu.
Peean
tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh orang yang
tanda tangannya terdapat dalam surat wesel itu. (KUHPerd. 1820 dst.;
KUHD 125.)
Pasal 130.
Aval ditulis dalam surat wesel itu atau pada lembaran sambungan.
Hal itu dinyatakan dengan kata-kata "baik untuk aval " atau dengan
pernyataan semacam itu'; hal itu ditandatangari oleh pemberi aval.
Tanda tangan saja dari pemberi aval pada halaman depan surat wesel itu,
berlaku sebagai aval, kecuali bila tanda tangan itu dari tertarik atau
penarik. (KUHPerd. 1824.)
Hal itu juga dapat dilakukan dengan naskah
tersendiri atau dengan sepucuk surat yang menyebutkan tempat di mana
hal itu diberikan.
Dalam aval itu harus dicantumkan untuk siapa hal
itu diberikan. Bila hal itu tidak ada, dianggap diberikan untuk penarik.
(KUHD 203.)
Pasal 131.
Pemberi aval terikat dengan cara yang
sama seperti orang yang diberi aval. (KUHPerd. 1280, 1282, 1831 dst.;
Rv. 299, 581-1 sub 11.)
Perikatannya berlaku sah, sekalipun
perikatan yang dijamin olehnya batal oleh sebab lain daripada eacat
dalam bentuk. (KUHPerd. 1821.)
Dengan membayar, pemberi aval
memperoleh hak-hak yang berdasarkan surat wesel itu dapat digunakan
terhadap orang yang diberi aval, dan terhadap mereka yang berdasarkan
surat wesel itu terikat padanya. (KUHPerd. 1$39 dst.; KUHD 115.)
Bagian 5. Hari jatuh Tempo.
Pasal 132.
Surat wesel dapat ditarik:
Pada waktu ditunjukkan;
Pada waktu tertentu setelah pengunjukan;
Pada waktu tertentu setelah hari tanggalnya;
Pada hari tertentu.
Surat-surat wesel dengan hari jatuh tempo yang ditentukan lain atau dapat dibayar dengan angsuran adalah batal. (KUHD 101.)
Pasal 133.
Surat wesel yang ditarik sebagai wesel atas-tunjuk harus dibayar pada
waktu ditunjukkan. Surat wesel tersebut harus diajukan untuk dibayar
dalam jangka satu tahun setelah hari tanggalnya. Penarik dapat
memperpendek atau memperpanjang jangka waktu itu. para endosan dapat
memperpendek jangka waktu itu.
Penarik dapat menetapkan, bahwa suatu
surat wesel tidak boleh diajukan untuk dibayar sebefum hari tertentu.
Dalam hal demfldan jangka waktu itu berjalan mulai hari itu. (KUHD 122,
136, 143 3.)
Pasal 134.
Hari jatuh tempo pembayaran suatu
surat wesel yang ditarik untuk dibayar pada suatu waktu tertentu setelah
penguitukan, ditentukan olch hari tanggal akseptasi, atau hari tanggal
protesnya.
Bila tidak ada protes maka akseptasi yang tidak
bertanggal, terhadap akseptan dianggap telah dilakukan pada hari
terakhir dari jangka waktu yang ditetapkan untuk mengajukannya untuk
akseptasi. (KUHD 122, 124, 1352, 142 dst.)
Pasal 135.
Surat
wesel yang ditarik untuk dibayar satu atau beberapa bulan setelah hari
tanggalnya atau setelah pengunjukan, jatuh temponya ialah pada hari dari
bulan seperti yang ditetapkan untuk melakukan pembayaran itu. Bila
tidak terdapat hari seperti yang dimaksud maka surat wesel demikian
mencapai jatuh tempo pembayarannya pada hari terakhir bulan itu.
Pada
surat wesel yang ditarik dengan jatuh tempo pembayaran pada satu atau
beberapa bulan ditambah setengah bulan setelah hari tanggalnya atau
setelah pengunjukan, dihitung lebih dahulu bulan-bulannya yang penuh.
Bila
hari jatuh tempo itu ditentukan pada awal, pertengahan (pertengahan
Januari, pertengahan Februari dsb.) atau pada akhir suatu bulan, maka
pernyataan-pernyataan demikian harus diartikan: tanggal satu, tanggal
lima belas, hari terakhir butan itu.
Pernyataan-pernyataan: "delapan
hari ", "lima belas hari ", harus diartikan bukan satu atau dua minggu,
melainkan suatu jangka waktu dari delapan atau lima belas hari.
Pernyataan: "setengah bulan " berarti jangka waktu lima belas hari. (KUHD 137.)
Pasal 136.
Hari jatuh tempo suatu surat wesel yang harus dibayar pada suatu hari
tertentu, pada suatu tempat, di mana tarikhnya berlainan dengan tarikh
tempat pengeluarannya, dianggap telah ditetapkan menurut tarikh tempat
pembayaran.
Hari pengeluaran suatu surat wesel yang ditarik antara
dua tempat dengan tarikh yang berbeda dan harus dibayar pada waktu
tertentu setelah pengunjukan, dijatuhkan pada hari yang sama dari tarikh
tempat pembayaran, dan hari jatuh tempo pembayarannya ditetapkan sesuai
dengan itu.
Jangka waktu pengajuan surat wesel dihitung sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam alinea yang lalu.
Pasal ini tidak berlaku bila dari Klausula yang termuat dalam surat
wesel itu atau dari kata-katanya dapat ditarik kesimpulan tentang adanya
maksud lain. (AB. 18; KUHD 207.)
Bagian 6. Pembayaran.
Pasal 137.
Pemegang suatu surat wesel, yang harus dibayar pada hari tertentu atau
pada waktu tertentu setelah pengunjukan, harus mengajukannya untuk
pembayaran, pada hari surat itu harus dibayar, atau satu dari antara dua
hari kerja berikutnya.
Pengajuan suatu surat wesel kepada suatu
badan pemberesan berlaku sebagai pengajuan untuk pembayaran. Oleh
Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) akan ditunjuk badan-badan
yang akan dipandang sebagai badan pemberesan dalam arti bab ini. (KUHD
100-41, 120, 122, 133, 135, 139, 141.)
Pasal 138.
Di luar hal
seperti yang tercantum dalam pasal 167b, tertarik sambil membayar surat
wesel itu, dapat menuntut penyerahan surat wesel itu kepadanya lengkap
dengan tanda pelunasan yang sah dari pemegangnya.
Pemegang tidak boleh menolak pembayaran sebagian. (KUHD 125.)
Dalam hal pembayaran sebagian, tertarik dapat menuntut, bahwa tentang
pembayaran itu dinyatakan di atas surat wesel itu dan bahwa untuk itu Ia
mendapat tanda pembayaran. (KUHPerd. 1390; KUHD 150, 164, 168, 169, 21
1.)
Pasal 139.
Pemegang surat wesel tidak dapat dipaksa untuk menerima pembayaran sebelum hari jatuh temponya.
Tertarik yang membayar sebelum harijatuh temponya, melakukan hal itu atas tanggungjawabnya sendiri. (KUHPerd. 1360 dst.)
Barangsiapa
membayar surat wesel pada hari jatuh temponya, telah terbebas dengan
sempuma, asalkan dari pihaknya tidak ada penipuan atau kesalahan yang
besar. ia berkewajiban merrieriksa tertibnya deretan
endosemen-endosemen, tetapi tidak terhadap tanda tangannya. (KUHPerd.
1385 dst.; KUHD 115.)
Bila ia, setelah melakukan pembayaran tanpa
dibebaskan, diwajibkan membayar untuk kedua kalinya, maka Ia mempunyai
hak-menagih kepada mereka yang telah memperoleh surat wesel itu dengan
itikad buruk, atau mereka yang telah memperoleh karena kesalahannya yang
besar. (KUHPerd. 1270, 1386, 1405-40; KUHD 147 2, 167a, b, 212.)
Pasal 140.
Surat wesel yang pembayarannya dipersyaratkan untuk dilakukan dengan
uang lain dari yang berlaku di tempat pembayarannya, dapat dibayar
dengan uang dari negerinya menurut nilai pada hari jatuh temponya. Bila
debitur lalai, pemegang dapat menuntut menurut pilihannya, bahwa jumlah
pada surat wesel itu dibayar dalam uang negerinya menurut kursnya, baik
dari hari jatuh temponya ataupun dari hari pembayarannya.
Nilai
uang asing itu, ditetapkan menurut kebiasaan di tempat pembayarannya.
Akan tetapi penarik dapat menetapkan, bahwa jumlah uang yang harus
dibayar harus dihitung menurut kurs yang ditetapkan dalam surat wesel
tersebut.
Hal yang tercantum di atas tidak berlaku bila penarik
menetapkan, bahwa pembayarannya harus dilakukan dalam uang tertentu yang
ditunjuknya (klausula pembayaran sungguh dalam uang asing).
Bila
jumlah dalam wesel itu dinyatakan dalam uang yang mempunyai nama sama,
akan tetapi mempunyai nilai yang berbeda dalam negeri pengeluarannya dan
negeri tempat pembayarannya, maka dianggap bahwa yang dimaksud
adalahuang dari tempat pembayarannya. (KUHPerd. 1756 dst.; KUHD
60,100-20, 1513 , 213.)
Pasal 141.
Bila tidak terjadi
pengunjukan surat wesel untuk pembayaran, dalam jangka waktu yang
ditetapkan dalam pasal 137, maka tiap-tiap debitur mempunyai wewenang
untuk menyerahkan jumlah itu kepada yang berwajib untuk disimpan atas
biaya dan tanggung jawab pemegangnya. (KUHPerd. 1280 dst., 1382, 1385,
1387, 1393, 1395, 1404 dst., 1407 dst., 1409 dst.; KUHD 1271, 133, 139,
142, 146.)
Bagian 7. Hak Regres Dalam Hal Nonakseptasi Atau Nonpembayaran.
Pasal 142.
(s.d.u.
dg. S. 1937-590.) Pemegang surat wesel dapat melakukan hak regresnya
terhadap para endosan, terhadap penarik dan para debitur wesel lainnya:
(KUHD 108, 109b, c, 114, 127, 131.)
Pada hari jatuh temponya: (KUHD 100-40.)
Bila pembayarannya tidak terjadi. (KUHD 132 dst., 137, 141.)
Bahkan sebelum hari jatuh temponya:
1. bila akseptasi ditolak seluruhnya atau sebagian; (KUHD 120 dst., 125.)
2.
dalam hal pailitnya tertarik, baik sebagai akseptan ataupun bukan dan
sejak saat berlakunya penundaan pembayaran; (KUHD f435 6 ; F. 1 dst.,
212 dst., 216.)
3. dalam hal pailitnya penarik dari surat wesel yang tidak dapat dimintakan akseptasinya. (KUHD 1435,6; F. 1 dst.)
Pasal 143.
Penolakan akseptasi atau pembayaran harus ditetapkan dengan akte otentik (protes nonakseptasi atau nonpembayaran).
Protes
nonakseptasi harus diselenggarakan dalamjangka waktu yang ditetapkan
untuk pengajuan untuk akseptasi. Bila dalam hal seperti yang diatur
dalam pasal 123 alinea pertama, pengajuan pertama dilakukan pada hari
terakhir dari jangka waktu itu, maka protes itu masih dapat dilakukan
pada hari berikutnya.
Protes nonpembayaran suatu surat wesel yang
harus dibayar pada hari tertentu, atau pada waktu tertentu setelah hari
tanggalnya atau setelah pengunjukan, harus dilakukan pada salah satu
dari dua hari kerja yang berikut dari hari surat wesel itu harus
dibayar. Bila ini mengenai surat wesel yang harus dibayar atas-tunjuk,
maka protesnya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dalam alinea di atas untuk membuat protes nonakseptasi.
Protes nonakseptasi menjadikan Pengajuan untuk pembayaran dan protes nonpembayaran tidak perlu lagi.
Dalam
pengangkatan para pengurus atas permintaan tertarik, akseptasi atau
bukan akseptan, untuk penundaan pembayaran, maka pemegangnya tidak dapat
melakukan hak regresnya, sebelum surat wesel itu diajukin kepada
tertarik untuk pembayaran dan dibuat protes.
Bila tertarik, akseptan
atau bukan akseptan, telah dinyatakan pailit, atau bila penarik surat
wesel yang tidak dapat dimintakan akseptasi, dinyatakan pailit, maka
untuk melakukan hak regresnya, pemegangnya cukup dengan memperlihatkan
keputusan hakim, di mana dinyatakan kepailitan itu. (KUHD 120 dst., 125,
132 dst., 143b, 143d, 145, 171, 217; F. I dst., 212, 214.)
Pasal 143a.
Permintaan pembayaran surat wesel dan protes yang menyusulnya kemudian, harus dilakukan di tempat tinggal tertarik.
Bila surat wesel itu ditarik untuk dibayar di tempat tinggal lain yang
ditunjuk, atau oleh orang yang ditunjuk, baik di dalam afdeling (kini
dapat disamakan dengan kabupaten) yang sama maupun dalam kabupaten lain,
maka permintaan pembayaran dan pembuatan protes harus dilakukan di
tempat tinggal yang ditunjuk atau kepada orang yang ditunjuk itu.
Bila orang yang harus membayar surat wesel itu tidak dikenal sama sekali
atau tidak dapat ditemukan, maka protes itu harus dilakukan pada kantor
pos di tempat tinggal yang ditunjuk untuk pembayaran, dan bila di sana
tidak ada kantor pos, di daerah Gubememen di Jawa dan Madura kepada
asisten-residen dan di luar itu kepada KepaIa Pemerintahan Daerah
setempat. Demikianlah juga harus dilakukan seperti itu, bila surat wesel
ditarik untuk dibayar di luar kabupaten yang bukan tempat tinggal
tertarik, dan tidak ditunjuk tempat tinggal untuk melakukan
pembayarannya. (KUHPerd. 1393; KUHD 100-31, 102, 126. 143b-2 sub 21,
218a; F. 962.)
Pasal 143b.
Semua protes, baik protes
nonakseptasi maupun protes nonpembayaran harus dibuat oleh notaris atau
oleh juru sita. Hal itu harus disertai dua saksi.
Protes-protes itu memuat:
1.
salinan kata demi kata dari surat weselnya, dari akseptasinya, dari
endosemen-endosemen, dari avalnya dan dari alamat-alamat yang dibuat di
atasnya;
2. pernyataan, bahwa mereka telah memintakan akseptasi itu
atau pembayarannya kepada orang-orang atau di tempat yang disebut dalam
pasal yang lalu dan tidak memperolehnya;
3. pernyataan tentang alasan yang telah dikemukakan tentang nonakseptasi atau nonpembayaran;
4. peringatan untuk menandatangard protes itu, dan alasan-alasan penolakannya;
5. pernyataan, bahwa ia, notaris ataujuru sita, karena nonakseptasi atau nonpembayaran itu telah memprotes.
Bila
protes itu mengenai surat wesel yang hilang, cukuplah dengan uraian
yang seteliti-telitinya dari isi surat wesel itu, untuk mengganti apa
yang ditentukan dalam 10 dari alinea yang lalu. (KUHD 112, 124 dst.,
130, 137, 155 dst., 169, 167a dst., 218b; Not. 1, 20 dst.)
Pasal 143c.
para
notaris atau juru sita dengan ancaman untuk mengganti biaya-biaya,
kerugian dan bunga, wajib untuk membuat salinan protes tersebut dan
memberitahukan hal itu dalam, dan membukukannya dalam register khusus,
menurut urutan waktu, yang diberi nomor dan tanda pengesahan oleh Ketua
raad van justitie, bila tempat tinggal mereka dalam kabupaten di mana
raad van justitie itu berada, dan di luar itu, oleh hakim pengadilan
karesidenan; bila ini tidak ada, terhalang atau tak mungkin bertindak,
di daerah Gubememen di Jawa dan Madura oleh asisten-residen dan di luar
itu oleh Kepala Pemerintahan Daerah setempat. Mereka juga berkewajiban,
bila dikehendaki, untuk menyerahkan selembar atau lebih dari
salinan-salinan protes itu kepada mereka yang berkepentingan. (KUHD
218c; Rv. 4, 8.)
Pasal 143d.
Sebagai protes nonakseptasi, dan
berturut-turut juga sebagai protes nonpembayaran, berlakulah keterangan
yang dibuat di atas surat wesel dengan izin pemegangnya, ditanggau dan
ditandatangani oleh orang yang diminta akseptasinya atau pembayarannya,
yang berisi bahwa ia menolak, kecuali bila penarik telah mencatat, bahwa
ia menghendaki protes otentik. (KUHD 143, 217-20.)
Pasal 144.
Pemegangnya
harus memberitahu kepada endosannya dan kepada penariknya tentang
nonakseptasi atau nonpembayaran itu dalam empat hari kerja berikut dari
hari protes, atau bila surat wesel itu telah ditarik dengan klausula
tanpa biaya, berikut pada hari pengajuan. Setiap endosan harus
memberitahukan tentang pemberitahuan yang diterimanya dalam dua hari
kerja berikut pada hari penerimaan pemberitahuan tersebut, dengan
menunjukkan nama dan alamat mereka yang telah melakukan pemberitahuan
yang terdahulu, dan demikian selanjutnya kembali pada penariknya.
Jangka-jangka waktu ini berjalan mulai hari penerimaan
pemberitahuan-pemberitahuan yang lebih dahulu.
Bila sesuai dengan
alinea yang lalu disampaikan pemberitahuan kepada seseorang yang tanda
tangannya terdapat pada surat wesel itu, harus disampaikan pemberitahuan
yang sama dalam jangka waktu itu juga kepada pemberi avalnya.
Bila
seorang endosan tidak menyatakan alamatnya atau menyatakannya dengan
cara yang sukar dibaca, sudah cukuplah dengan pemberitahuan kepada
endosan yang lebih dahulu.
Barangsiapa harus mengadakan
pemberitahuan, dapat melakukan hal itu dalam bentuk apa pun, bahkan
dapat dengan hanya mengirimkan kembali surat weselnya.
Ia harus
membuktikan, bahwa ia telah iinelakukan pemberitahuan itu dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu tersebut dianggap telah
diindahkan, bila surat yang memuat pemberitahuan itu dalam jangka waktu
tersebut telah disampaikan dengan pos. (KUHPerd. 1916.)
Barangsiapa
melakukan pemberitahuan itu tidak dalam jangka waktu tersebut di atas,
tidak menyebabkan dirinya kehilangan hak; bila ada alasannya, ia
bertanggungjawab atas segala kerugian yang disebabkan oleh
kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu tidak mungkin
melampaui jumlah pada wesel tersebut. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 143
dst., 153, 219.)
Pasal 145.
Penarik, seorang endosan atau
seorang pemberi aval, dapat membebaskan pemegangnya dari pembuatan
protes nonakseptasi atau nonpembayaran, untuk melaksanakan hak
regresnya, denganjalan klausula "tanpa biaya", "tanpa protes" atau
Klausula lain semacam itu yang ditulis dan ditandatangani diatas surat
wesel itu.
Klausula ini tidak membebaskan pemegang dari pengajuan
surat wesel itu dalam jangka-jangka waktu yang ditetapkan ataupun dari
penyelenggaraan pemberitahuannya. Bukti tentang tidak diindahkannya
jangka waktu itu harus diberikan oleh mereka yang mendasarkan haknya
atas hal itu terhadap pemegang.
Bila Klausula itu dibuat oleh
penarik, maka hal itu berakibat terhadap mereka semua yang tanda
tangannya terdapat pada surat wesel itu; bila hal itu dibuat oleh
endosan atau pemberi aval, maka hal ini hanya berakibat terhadap endosan
atau pemberi aval saja. Bila pemepng mengadakan juga protes, meskipun
ada Klausula itu yang dibuat oleh penarik, maka biaya-biayanya untuk
itu adalah atas bebannya. Bila Klausula itu berasal dari seorang
endosan atau seorang pemberi aval, maka bila diadakan protes, biayanya
dapat ditagih pada mereka semua yang tanda tangannya terdapat pada surat
wesel itu. (KUHD 143, 143d, 147-1 sub 30, 220.)
Pasal 146.
Semua orang yang menarik, mengakseptasi, mengendosemen, atau
menandatangani surat wesel untuk aval, terikat pada pemegangnya secara
tanggung-renteng. Di samping itu juga pihak ketiga yang atas bebannya
telah ditarik surat wesel itu dan telah menikmati nilainya,
bertanggungjawab pula terhadap pemegang.
Pemegang dapat menggugat
orang-orang ini, baik masing-masing tersendiri, maupun bersama-sama,
tanpa berkewajiban untuk mengindahkan urutan waktu mereka mengikatkan
diri.
Hak itu pun diberikanjuga kepada setiap orang yang tanda
tangannya terdapat pada surat weset itu dan telah membayarnya untuk
memenuhi kewajiban regresnya.
Gugatan yang dilakukan terhadap salah
seorang debitur wesel, tidak menghalangi gugatan kepada debitur lainnya,
meskipun mereka mengjkatkan diri lebih belakangan daripada yang digugat
paling Pertama. (KUHPerd. 1280 dst., 1283, 1292 dst.; KUHD 102 dst.,
110 dst,, 120 dst., 127, 131, 152, 152a, 157, 165, 167, 221; P. 132; Rv.
299, 581-1 sub 11.)
Pasal 146a.
Pemegang surat wesel yang diprotes tidak mempunyai hak apa pun atas uang cadangan penarik yang ada pada tertarik.
Bila surat wesel itu tidak diakseptasi, maka dalam hal kepailitan penarik, uang wesel termasuk harta bendanya. (F. 19.)
Dalam hal akseptasi, tetaplah dana itu pada tertarik sampai jumlah
dalam surat wesel itu, dengan tidak mengurangi kewajibannya terhadap
pemegang untuk memenuhi akseptasinya. (KUHD 109b dst., 127a, 221a.)
Pasal 147.
Pemegang melakukan gugatan kepada mereka, terhadap siapa Ia melaksanakan hak regresnya:
1. jumlah surat wesel yang tidak diakseptasi atau tidak dibayar dengan bunganya bila hal ini dipersyaratkan;
2. bunga sebesar enam persen, terhitung dari hari jatuh tempo pembayarannya;
3. biaya-biaya protes, pemberitahuan-pemberitahuan yang telah dilakukan beserta biaya-biaya lainnya. (KUHD 1453.)
Bila
penggunaan hak regres dilaksanakan sebelum hari jatuh tempo, maka
dilakukan pemotongan terhadap jumlah uang wesel itu. Potongan ini
dihitung menurut diskonto resmi (diskonto bank) yang berlaku qi tempat
tinggal pemegang, pada hari pelaksanaan hak regres. (KUHPerd. 12503;
KUHD 104, 127, 139, 142 dst., 143d dst., 148, 151, 152a, 157, 222.)
Pasal 148.
Barangsiapa
telah membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat
menagih kepada orang yang mempunyai kewajiban regres terhadapnya:
1. seluruh jumlah uang yang telah dibayarnya;
2. bunga sebesar enam persen terhitung dari hari pembayarannya;
3. biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. (KUHPerd. 12500; KUHD 147, 151,223.)
Pasal 149.
Setiap debitur wesel, terhadap siapa dilakukan atau dapat dilakukan hak
regres, dapat menuntut dengan pembayaran sebagai pemenuhan kewajiban
regresnya, untuk penyerahan surat wesel itu dengan protesnya beserta
perhitungan yang ditandatangani sebagai tanda pelunasan.
Setiap
endosan yang telah membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban
regresnya, dapat mencoret endosemennya sendiri dan endosemen-endosemen
berikutnya. (KUHD 138, 146 dst, 224.)
Pasal 150.
Dalam hal
akseptasi sebagian dapatlah orang yang telah membayar bagian nilai wesel
yang tidak diakseptasi untuk memenuhi kewajiban regresnya, menuntut,
bahwa pembayaran itu disebutkan dalam surat wesel itu dan padanya diberi
tanda pelunasan. Di samping itu pemegang harus menyerahkan kepadanya
salinan surat wesel itu yang sama bunyinya beserta protesnya, untuk
memungkinkannya melaksanakan hak-hak regres selanjutnya. (KUHPerd. 1390;
KUHD 125, 143, 166 dst.)
Pasal 151.
Setiap orang yang dapat
melakukan hak regres, kecuali dipersyaratkan kebalikannya, dapat
mendapatkan bagi dirinya penggantian kerugian-kerugian itu dengan jalan
surat wesel baru (surat wesel ulangan) yang ditarik sebagai surat wesel
untuk salah scorang dari mereka yang berkewajiban regres terhadapnya,
dan harus dibayar di tempat tinggalnya.
Wesel ulangan itu meliputi
kecuali jumlah-jumlah uang yang disebut dalam pasal-pasal 147 dan 148,
jugajumlah-jumlah uang provisi dan meterai dari wesel ulangan.
Bila
wesel ulangan itu ditarik oleh pemegang, maka jumlah uangnya ditentukan
menurut kurs sebuah wesel atas-tunjuk, yang ditarik dari tempat surat
wesel asli harus dibayar, di tempat tinggal wajib regres. Bila wesel
ulangan itu ditarik oleh seorang endosan, maka jumlah uangnya ditentukan
menurut kurs sebuah wesel atas-tunjuk yang ditarik dari tempat tinggal
penarik wesel ulangan itu di tempat tinggal wajib regres. (KUHD 140,
146.).
Pasal 152.
Setelah jewat jangka waktu yang ditetapkan: (KUHD 153.)
untuk pengajuan sebuah surat wesel yang ditarik atas-tunjuk atau untuk
waktu tertentu setelah pengunjukan; (KUHD 122, 133 dst., 137.)
untuk membuat protes nonakseptasi atau nonpembayaran; (KUHD 143.)
untuk pengajuan buat pembayaran dalam hal ada persyaratan tanpa biaya, (KUHD 145.)
gugurlah hak pemegang terhadap endosan, terhadap tertarik dan terhadap
para debitur wesel lainnya, dengan pengecualian terhadap akseptan. (KUHD
127.)
Bila terjadi kelalaian mengaiukan untuk akseptasi dala-
jangka waktu yang ditetapkan oleh penarik, gugurlah hak regres Pemegang,
baik karena nonpembayaran maupun nonakseptasi, kecuali bila dari
kata-kata surat wesel itu ternyata, bahwa penarik hanya menghendaki
untuk membebaskan diri dari kewajiban untuk menjamin akseptasinya. (KUHD
146, 153.)
Bila ketentuan jangka waktu untuk mengajukan dimuat
dalam endosemen, maka hanya endosan itu saja yang dapat menggunakannya
sebagai landasan. (KUHD, 110 dst., 119.)
Pasal 152a.
Surat
wesel nonakseptasi atau nonpembayaran yang diprotes, namun penarik
berkewajiban untuk membebaskan, walaupun protes itu dilakukan tidak pada
saatnya, kecuali bila penarik membuktikan, bahwa pada hari jatuh tempo
pembayararmya pada tertarik ada tersedia dana untuk pembayaran surat
wesel itu. Bila dana yang harus disediakan hanya ada sebagian, maka
penarik bertanggung jawab untuk kekurangannya. (KUHD 109b dst.; 127a,
143, 146a.)
Bila surat wesel itu tidak diakseptasi, maka jikalau
protes dilakukan tidak pada saatnya, penarik yang dengan ancaman wajib
membebaskan, berkewajiban untuk melepaskan dan menyerahkan kepada
pemegangnya tagihan terhadap dana itu, yang telah diterima dari padanya
oleh tertarik pada hari jatuh tempo pembayaran, dan meliputi jumlah
wesel itu; dan ia harus memberikan kepada pemegang atas biayanya,
bukti-bukti secukupnya untuk memungkinkan berlakunya tagihan itu. Bila
penarik dinyatakan pailit, maka para pengawas hartanya mempunyai
kewajiban yang sama, kecuali bila mereka menganggap lebih baik untuk
mengizinkan pemegang itu sebagai penagih utang untuk jumlah surat wesel
itu. (KUHPerd. 613; KUHD 109c; F. 1, 13.)
Pasal 153.
Bila
pengajuan surat wesel atau penyelenggaraan protesnya dalam jangka waktu
yang ditentukan terhalang oleh rintangan yang tidak dapat diatasi
(peraturan undang-undang dari suatu negara atau lain hal di luar
kekuasaannya), maka jangka waktu itu diperpanjang.
Pemegangnya
berkewajiban untuk segera memberitahukan kepada endosannya tentang
keadaan yang di luar kekuasaannya itu, dan mencantumkan pemberitahuannya
pada surat wesel itu atau halaman sambungannya dengan tanggal dan tanda
tangannya; untuk selebihnya berlaku ketentuan pasal 144.
Setelah
berakhirnya keadaan yang di luar kekuasaannya, pemegangnya harus segera
terus mengajukan surat wesel itu untuk akseptasi atau pembayaran, dan
mengajukan protes bila ada alasannya.
Bila keadaan di luar
kekuasaannya itu berlangsung lebih dari tiga puluh hari terhitung dari
hari jatuh tempo pembayarannya, maka dapatlah dilakukan hak regresnya
tanpa memerlukan pengajuan atau pembuatan protes.
Untuk surat-surat
wesel yang ditarik sebagai wesel atas-tunjuk atau dengan jatuh tempo
pembayaran pada waktu tertentu setelah penunjukkan, berjalannya jangka
waktu tiga puluh hari itu mulai hari ketika pemegang memberitahuktentang
keadaan di luar kekuasaannya itu kepada endosannya, meskipun belum
berakhir jangka waktu pengajuan; untuk surat-surat wesel yang ditarik
dengan jatuh tempo pembayaran pada waktu tertentu setelah pengajuan,
maka jangka waktu tiga puluh hari diperpanjang dengan jangka waktu
pengunjukannya yang dinyatakan dalam surat wesel itu.
Fakta-fakta
yang bersifat pribadi bagi pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan
olehnya untuk mengajukan surat wesel itu atau untuk mengadakan protes,
tidak dianggap sebagai hal-hal yang ada di luar kekuasaannya. (KUHD 121
dst., 133 dst., 143, 152, 225.)
Bagian 8. Perantaraan.
sub 1. Ketentuan Umum.
Pasal 154.
Penarik, seorang endosan, atau seorang pemberi aval dapat menunjuk
seseorang yang dalam keadaan darurat untuk mengakseptasi atau membayar.
(KUHPerd. 1792 dst.)
Surat Wesel itu dapat diakseptasi atau dibayar
dengan syarat-syarat yang ditetapkan di bawah ini oleh seseorang yang
memberi perantaraan untuk seorarg debitur yang terhadapnya dapat
dilakukan hak regres.
Perantara itu bisa seorang ketiga, bahkan
tertarik, atau orang yang telah terikat berdasarkan surat Wesel itu,
kecuali akseptan. (KUHPerd. 1354, 1382.)
Perantara itu
memberitahukan dalam jangka waktu dua hari tentang perantaraannya kepada
orang yang diberi perantaraan olehnya. Bila ia tidak Memperhatikan
jangka waktu itu, maka bila ada alasan untuk itu, ia bertanggung jawab
untuk kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya,
kerugian dan bunga tidak dapat melebihi jumlah uang dalam surat Wesel
itu. (KUHPerd. 1355 dst.; KUHD 146, 155 dst.)
2. Akseptasi Dengan Perantaraan.
Pasal 155.
Akseptasi dengan perantaraan dapat terjadi dalam segala keadaan, di
mana Pemegang surat Wesel yang dapat diakseptasi, sebelum hari jatuh
tempo pembayaran dapat melakukan hak regres, (KUHD 1213.)
Bila pada
surat Wesel ditunjuk seseorang untuk mengakseptasinya atau membayar di
tempat pembayarannya, dalam keadaan darurat, maka pemegang tidak dapat
melakukan haknya terhadap orang yang telah melakukan penunjukan dan
terhadap mereka yang sesudah itu telah membubuhkan tandatangannya pada
surat Wesel itu, sebelum hari jatuh tempo pembayarannya, kecuali bila ia
telah mengajukan surat Wesel tersebut kepada orang yang ditunjuk itu
dan telah dibuat protes tentang penolakannya untuk mengakseptasi. (KUHD
142 dst., 1540.)
Dalam keadaan-keadaan lainnya tentang perantaraan,
pemegang dapat menolak akseptasi dengan perantaraan. Akan tetapi bila
ia menerimanya, ia kehilangan hak regresnya yang ia miliki sebelum hari
jatuh tempo terhadap orang untuk siapa telah dilakukan akseptasi itu,
dan terhadap mereka yang sesudah itu telah membubuhkan tandatangannya
pada surat Wesel itu. (KUHD 146, 148, 1543.)
Pasal 156.
Akseptasi dengan perantaraan dicantumkan pada surat Wesel; hal itu
ditandatangani oleh perantara. Hal itu menunjuk orangnya untuk siapa
akseptasi itu telah diberikan; bila tidak ada penunjukan itu, dianggap
hal itu telah dilakukan untuk penarik. (KUHPerd. 1915 dst.; KUHD 124,
161.)
Pasal 157.
Akseptan dengan perantaraan terhadap
pemegang dan terhadap para endosan yang telah mengendosemenkan surat
Wesel itu setelah orang untuk siapa perantaraan itu diberikan, terikat
dengan cara yang sama seperti mereka yang tersebut di atas ini.
Meskipun ada akseptasi dengan perantaraan, orang untuk siapa hal itu
telah dilakukan dan mereka yang wajib regimes terhadap orang itu dapat
menuntut dari pemegangnya penyerahan surat Wesel itu, protesnya dan
perhitungan yang ditanda sebagai pelunasan, dengan pembayaran kembali
jumiah uang yang dimaksud dalam pasal 147, bila ada alasan untuk itu.
(KUHD 127, 146, 159 dst.)
sub 3. Pembayaran Dengan Perantara.
Pasal 158.
Pembayaran dengan perantaraan dapat dilakukan dalam semua keadaan, di
mana pemegang mempunyai hak regres, baik pada hari jatuh tempo, maupun
sebelum hari jatuh tempo.
Pembayaran itu harus meliputi seluruh jumlah uang yang harus dilunasi oleh orang untuk siapa hal itu dilakukan.
Hal itu harus berlangsung paling lambat pada hari terakhir, di mana
protes nonpembayaran dapat diselenggarakan. (KUHD 143, 146 dst.)
Pasal 159.
Bila Surat Wesel itu diakseptasi oleh perantara, yang mempunyai
domisili pada tempat pembayaran, atau bila disebut orang dengan domisili
di tempat itu juga yang dalam keadaan darurat akan membayar, pemegang
harus mengajukan surat Wesel itu kepada mereka semua, dan bila ada
alasan untuk itu, harus menyelenggarakan protes nonpembayaran paling
lambat pada hari yang berikut pada hari terakhir waktu hal ini dapat
dilakukan. (KUHPerd. 17 dst., 24.)
Bila tidak terjadi protes
dalamjangka waktu tersebut, maka orang yang telah memberikan alamat
darurat atau untuk siapa surat Wesel itu diakseptasi, dan endosan yang
kemudian, terbebas dari segala ikatan mereka. (KUHD 143 dst., 145,
164.)
Pasal 160.
Pemegang yang menolak pembayaran dengan
perantaraan, kehilangan hak regresnya terhadap mereka yang seharusnya
akan terbebas oleh itu. (KUHD 146, 158.)
Pasal 161.
Pembayaran dengan perantaraan harus dinyatakan dengan tanda pelunasan,
dibubuhkan pada surat Wesel dengan menunjuk kepada orang, untuk siapa
hal itu dilakukan. Bila penunjukan itu tidak ada, maka dianggap
pembayaran itu dilakukan untuk penarik. (KUHPerd. 1915 dst.)
Surat Wesel dan protesnya, bila ini diadakan, harus diserahkan kepada orang yang membayamya selaku perantara. (KUHD 149.)
Pasal 162.
Barangsiapa membayar selaku perantara, memperoleh hak yang bersumber
dari surat Wesel itu terhadap orang untuk siapa ia telah melakukan
pembayaran, dan terhadap mereka yang berdasarkan surat Wesel terikat
pada orang yang tersebut terakhir ini. Akan tetapi dia tidak boleh
mengendosemenkannya kembali.
Para endosan yang berikut untuk siapa telah dilakukan pembayaran, terbebas dari segala ikatan.
Bila ada beberapa orang yang mengaiukan untuk pembayaran dengan
perantaraan, didahulukan pembayaran yang menyebabkanjumlah pembebasan
yang terbesar. Perantara yang dengan sadar melanggar ketentuan ini,
kehilangan hak regresn a terhadap mereka yang seharusnya sudah terbebas.
(KUHD 110 dst; 146, 154y3.)
Bagian 9. Lembaran Wesel, Salinan Wesel Dan Surat Wesel yang Hilang.
sub 1. Lembaran Wesel.
Pasal 163.
Surat Wesel dapat ditarik dalam beberapa lembaran yang bunyinya sama.
Lembaran itu harus dibubuhi nomor dalam teks sendiri dari alas-hak, dan
bila hal ini tidak ada, maka setiap lembar dianggap sebagai surat Wesel
tersendiri.
Tiap pemegang suatu surat Wesel, di mana tidak
dicantumkan, bahwa hal itu ditarik dalam satu lembar saja, dapat
menuntut atas biayanya untuk menyerahkan beberapa lembar. Untuk hal itu
ia harus menghubungi endosan yang langsuung mengendosemenkan padanya,
yang wajib memberikan bantuannya untuk meminta kepada endosannya
sendiri, dan demikian seterusnya sampai kembali pada penariknya. para
endosan juga wajib menulis endosemen itu pada lembaran yang baru. (KUHD
100, 226.)
Pasal 164.
Pembayaran yang dilakukan atas salah
satu lembar mengakibatkan pembebasan, meskipun tidak disyaratkan, bahwa
pembayaran tersebut menggugurkan kekuatan berlakunya lembaran-lembaran
lainnya. Akan tetapi tertarik tetap terikat oleh setiap lembaran yang
diakseptasi dan tidak diserahkan kepadanya. (KUHD 124.)
Endosan yang
telah menyerahkan lembaran itu kepada berbagai orang, demikian pula
endosan yang kemudian, terikat oleh lembaran yang memuat tanda tangan
mereka dan tidak diserahkan. (KUHD 110 dst., 138, 227.)
Pasal 165.
Barangsiapa telah mengirimkan salah satu lembaran untuk akseptasi,
harus menunjukkan pada lembaran yang lain, nama orang pada siapa
lembaran itu berada. Orang ini berkewajiban untuk menyerahkan lembaran
itu kepada pemegang yang sah dari lembaran lain.
Bila ia menolak, maka pemegang baru dapat melakukan hak regresnya, setelah dia dengan protes mengatakan:
1. bahwa lembaran yang dikirimkan untuk akseptasi setelah diminta tidak diserahkan;
2. bahwa ia telah tidak berhasil memperoleh akseptasi atau pembayaran atas lembaran lain. (KUHD 120, 143, 143b, 146.)
sub 2. Salinan Wesel
Pasal 166.
Setiap pemegang surat wesel mempunyai hak untuk membuat beberapa salinannya.
Salinannya
harus dengan saksama menggambarkan aslinya dengan endosemennya dan
semua penyebutan lainnya, yang terdapat padanya. Salinan tersebut harus
menunjukkan, di mana salinan itu berakhir.
Salinan dapat
diendosemenkan dan di tanda-tangan untuk aval dengan cara dan dengan
akibat yang sama seperti astinya. (KUHPerd. 1888 dst.; KUHD 110, 129,
163, 167.)
Pasal 167.
Salinan harus menyebutkan orang pada siapa lembaran aslinya berada.
Orang ini wajib menyerahkan lembaran aslinya kepada pemegang yang sah dari salinannya.
Bila ia menolak hal ini, maka pemegang baru hanya dapat melakukan hak
regresnya terhadap mereka, yang telah mengendosemenkan salinannya atau
menandatanganinya untuk aval, setelah dengan protes ia menyelenggarakan
pernyataan, bahwa lembaran asli yang telah diminta tidak diserahkan
kepadanya.
Bila setelah endosemen yang terakhir diadakan di atasnya,
sebelum salinannya dibuat, lembaran aslinya memuat klausula; “mulai
dari sini endosemen hanya berlaku pada salinannya”, atau Klausula lain
semacam itu, maka endosemen yang kemudian diadakan pada lembaran aslinya
adalah batal. (KUHPerd. 1888 dst.; KUHD 146, 166.)
sub 3. Surat Wesel yang Hilang.
Pasal 167a.
Barangsiapa
kehilangan surat wes,l yang pemegangnya adalah ia, hanya dapat meminta
Pembayaran dari tertarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga
puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 115, 137, 139, 143b2, 167b,
227a; Rv. 611 dst.)
Pasal 167b.
Barangsiapa kehilangan surat
wesel yang pemegangnya adalah ia, dan sudah jatuh tempo pembayarannya
dan di mana perlu telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya terhadap
akseptan dan terhadap penarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga
puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 115, 137, 139,143b 2, 167a,
227b; Rv. 611 dst.)
Bagian 10. Perubahan.
Pasal 168.
Bila
ada perubahan dalam teks suatu surat wesel, maka mereka yang kemudian
membubuhkan tandatangannya pada surat wesel itu, terikat menurut teks
yang telah diubah; mereka yang telah membubuhkan tandatangannya sebelum
itu terikat menurut teks yang asli. (KUHD 109, 228; KUHP 264.)
Bagian 11. Daluwarsa.
Pasal 168a.
Dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal berikut, maka utang wesel dihapus oleh
segala ikhtiar pembebasan utang wesel yang tercantum dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1381; KUHD 228a.)
Pasal 169.
Semua
tuntutan hukum yang timbul dari surat wesel terhadap akseptan,
kedaluwarsa karena lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari hari jatuh
temponya.
Tuntutan hukum pemegang terhadap para endosan dan
terhadap penariknya kedaluwarsa karena lampaunya waktu satu tahun,
terhitung dari tanggal protes yang dilakukan pada saatnya atau, dari
hari jatuh temponya bila ada Klausula tanpa biaya.
Tuntutan hukum
endosan yang satu terhadap endosan yang lain dan terhadap penarik
kedaluwarsa karena lampaunya waktu enam bulan terhitung dari hari
pembayaran surat wesel itu oleh endosan untuk memenuhi wajib regresnya,
atau dan hari endosan sendiri digugat di depan pengadilan.
(s.d. u.
dg. S. 1935-77jo. 562.) Daluwarsa yang dimaksud dalam alinea pertama
tidak dapat digunakan oleh akseptan, bila atau sejauh ia telah menerima
dana atau telah memperkaya diri secara tidak adil; demikian pula
daluwarsa yang dimaksud dalam alinea kedua dan ketiga tidak dapat
digunakan oleh penarik, bila dan sejauh ia selama tidak menyediakan
dana, dan tidak dapat pula digunakan oleh penarik atau para endosan,
yang telah memperkaya diri secara tidak adil, semuanya tanpa mengurangi
ketentuan dalam pasal 1967 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHD
190c, 110 dst., 120 dst., 127, 132 dst., 143, 145 dst., 168a, 170, 229,
229k.)
Pasal 170.
Pencegahan daluwarsa hanya berlaku terhadap
orang yang terhadapnya dilakukan tindakan pencegahan daluwarsa itu.
(KUHPerd. 1979 dst., 1982.)
(s.d.t. dg. S. 1935-77jo. 562..)
Menyimpang dari pasal 1987 dan 1988 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
berlakulah daluwarsa yang dibicarakan dalam pasal yang lalu terhadap
mereka yang belum dewasa dan terhadap mereka yang berada dalam
pengampuan, demikian pula antara suami-istri, dengan tidak mengurangi
hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang dalam pengampuan terhadap
wali atau pengampu mereka. (KUHD 229a.)
Bagian 12. Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 171.
Pembayaran suatu surat wesel yang hari jatuh temponya pada hari raya
resmi, baru dapat ditagih pada hari kerja berikutnya. Demikian pula
semua tindakan lain berkenaan dengan surat wesel, yaitu pengajuannya
untuk akseptasi dan protesnya, tidak dapat dilakukan selain pada hari
kerja.
Bila salah satu tindakan itu harus dilakukan dalam jangka
waktu tertentu yang hari terakhirnya adalah hari raya resmi, maka jangka
waktu ini diperpanjang sampai hari kerja pertama berikut pada akhir
jangka waktu tersebut. Hari raya yang terdapat di antara itu dimasukkan
dalam perhitungan jangka waktu. (KUHD 120, 122, 131, 132 dst., 135,
137, 143, 144, 152 dst., 158, 171a, 172, 229b, 229j; Rv. 171.)
Pasal 171a.
(s.d.u.
dg. S. 1935-77;S. 1937-572;S. 1938-161.) yang dianggap hari raya resmi
menurut bagian ini ialah: Minggu, Tahun Baru, Paskah Kristen kedua dan
Pantekosta, kedua hari Natal, Kenaikan Isa Almasih, beserta hari-hari
raya lainnya yang setiap tahun kembali yang ditetapkan oleh Menteri yang
bersangkutan. Penunjukan tanggal semua hari raya dimaksud dalam pasal
ini, kecuali hari Minggu, dilakukan setiap tahun dengan surat ketetapan
yang dimuat dalam surat kabar resmi sebelum pennulaan tahun. (KUHD 229b,
bis.)
Pasal 172.
Dalam jangka waktu yang ditetapkan
undang-undang atau Perjanjian, tidak termasuk hari permulaan jangka
waktu itu. (KUHD 122, 132', 133 , l 351, 137, 141, 1432, 144, 152, 153,
169, 229c.)
Pasal 173.
Tiada satu hari penangguhan pun diizinkan, baik menurut undang-undang, maupun menurut keputusan hakim. (KUHD 143, 229d.)
Bagian 13. Surat Sanggup (Order).
Pasal 174.
Surat sanggup (KUHD 100, 179) memuat:
1.
baik Klausula tertunjuk, maupun sebutan, “ surat sanggup “atau promes
kepada tertunjuk “, yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan
dalam bahasa yang digunakan dalam alas-hak itu; (AB. 18.)
2. penyanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
3. penunjukan hari jatuh tempo; (KUHD 132 dst., 1752.)
4. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KUHD 103, 126.)
5.
nama orang yang kepadanya pembayaran itu harus dilakukan atau yang
kepada tertunjuk pembayaran itu harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
6. penyebutan tanggal, serta tempat surat sanggup itu ditandatangani;
7. tanda tangan orang yang mengeluarkan alas-hak itu (penandatanganan).
Pasal 175.
Alas-hak
yang tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan dalam pasal
yang lalu, tidak berlaku sebagai Surat sanggup, kecuali dalam hal
tersebut di bawah ini.
Surat sanggup yang hari jatuh tempo pembayarannya tidak ditunjuk, dianggap harus dibayar atas-tunjuk.
Bila
tidak terdapat penunjukan khusus, tempat penandatanganannya Surat itu
dianggap sebagai tempat pembayarannya dan juga sebagai domisili
penandatangan.
Surat sanggup yang tidak menyebutkan tempat
penandatangannya, dianggap ditandatangani di tempat yang disebut di
samping nama dari penandatangan. (KUHPerd. 1915 dst., 1921; KUHD 101'.)
Pasal 176.
Selama tidak menyalahi sifat Surat sanggup, maka terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan mengenai Surat Wesel tentang:
endosemen (Pasal-pasal 110-119);
hari jatuh tempo (Pasal-pasal 132-136); pembayaran (Pasal-pasal 137-141);
hak regres dalam hal nonpembayaran (pasal-pasal 142-149, 151-153);
pembayaran dengan perantaraan (pasal-pasal 154, 158-162); salinan Surat
Wesel (pasal 166 dan pasal 167);
Surat Wesel yang hilang (pasal 167a);
perubahan (pasal 168);
daluwarsa (Pasal -pasal 168a, 169-170);
hari-hari raya, perhitungan jangka waktu dan larangan hari penangguhan (pasal-pasal 171, 171a, 172 dan 173).
Demikian pula terhadap Surat sanggup berlaku ketentuan tentang Surat
Wesel yang harus dibayar oleh Pihak ketiga atau di tempat lain dari
domisili penarik (Pasal 103 dan pasal 126), Klausula bunga (pasal 104),
Perbedaan pernyataan berkenaan dengan jumlah uang yang harus dibayar
(pasal 105), akibat pembubuhan tanda tanpa adanya keadaan dimaksud dalam
pasal 106, akibat dari tanda tangan seseorang yang bertindak tanpa
wewenangnya (pasal 107) dan Surat Wesel blangko (pasal 109)
Demikian
pula terhadap surat sanggup berlaku ketentuan mengenai aval (pasal 129
-131); bila sesuai dengan apa yang ditentukan pada pasal 130 alinea
terakhir, aval itu tidak menyebutkan kepada siapa aval itu diberikan,
dianggap diberikan atas tanggungan penandatangan surat anggup itu.
Pasal 177.
Penandatangan Surat sanggup terikat dengan cara yang sama seperti akseptan Surat Wesel. (KUHD 127; Rv. 299, 581 -I sub 21.)
Surat sanggup yang harus dibayar pada waktu tertentu setelah
pengunjukan, harus diajukan kepada penandatangan untuk ditandatangani
sebagai tanda "telah dilihat " dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam
pasal 122. Jangka waktu pengunjukan berlangsung mulai pada tanda itu,
yang harus dibuat oleh penandatangan pada Surat sanggup itu.
Penolakan untuk memberikan tanda tangan itu, harus dinyatakannya dengan
protes (pasal 124) yang tanggalnya merupakan permulaan berlangsungnya
jangka, waktu pengunjukan.
BAB VII. CEK, PROMES DAN KWITANSI ATAS-TUNJUK.
Anotasi:
Bab VII yang lama telah diganti dengan Bab VII yang baru ini
berdasarkan S. 1935 -77jo. 562, yang mulai berlaku tanggal 1 Januari
1936, dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dari
Undang-undang 17 Nopember 1933, N. S. 1933-613, yang telah diatur sesuai
dengan Traktat Genewa 19 Maret 1931.
Traktat ini bertujuan:
1. memberlakukan undang-undang yang seragam mengenai cek;
2. mengatur penyelesajan perselisihan perundang-undangan tertentu mengenai cek;
3. mengatur undang-undang bea meterai cek.
Traktat
ini telah dinyatakan berlaku terhadap antara lain Indonesia dengan
Undang-undang 2 Agustus 1935, N.S. 1935-490 yang mulai berlaku pada
tanggal 29 Des. 1935.
Bagian 1. Pengeluaran Dan Bentuk Cek.
Pasal 178.
Cek memuat: (KUHD 100, 174.)
1 Nama ”cek ", yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam alas-hak itu; (AB. 18.)
2. perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu;
3. nama orang yang harus membayar (tertarik);
4. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KU HD 185.)
5. pernyataan tanggal penandatanganan beserta tempat cek itu ditarik; (KUHD 1794.)
6. tanda tangan orang yang mengeluarkan cek itu (penarik).
Pasal 179.
Alas-hak
yang di dalamnya tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan
dalam pasal yang lalu, tidak berlaku sebagai cek, kecuali dalam hal
tersebut di bawah ini.
Bila tidak terdapat penunjukan khusus, tempat
yang ditulis di samping nama penarik dianggap sebagai tempat
pembayarannya. Bila ditulis beberapa tempat di samping nama penarik,
maka cek itu harus dibayar di tempat yang ditulis pertama.
Bila tidak
terdapat penunjukan itu atau penunjukan lain apa pun, maka cek itu
harus dibayar di tempat kedudukan kantor pusat tertarik.
Cek yang
tidak menunjukkan tempat ditarik, dianggap telah ditandatangani di
tempat yang disebut di samping nama penarik. (KUHD 101, 175.)
Pasal 180.
Cek
itu harus ditarik atas seorang bankir yang menguasai dana untuk
kepentingan penarik, dan menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam
yang menetapkan, bahwa penarik mempunyai hak untuk menggunakan dana itu
dengan menarik cek. Akan tetapi bila peraturan-peraturan itu tidak
diindahkan, maka alas-hak itu tetap berlaku sebagai cek. (KUHD 190a
dst., 214-216, 229a, bis.)
Pasal 181.
Cek tidak dapat diakseptasi. Suatu pernyataan akseptasi yang dibuat pada cek itu dianggap tidak ditulis. (KUHD 120 dst.)
Pasal 182.
Cek dapat ditetapkan untuk dibayarkan:
- kepada orang yang namanya disebut dengan atau tanpa Klausula tegas: "kepada tertunjuk "; (KUHD 183, 191.)
- kepada orang yang namanya disebut dengan klausula: "tidak kepada tertunjuk ", atau Klausula semacam itu;
- atas-tunjuk.
Cek
yang ditetapkan harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut,
dengan menyatakan: "atau atas-tunjuk ", atau istilah semacam itu berlaku
sebagai cek atas-tunjuk.
Cek tanpa pernyataan tentang penerimaannya berlaku sebagai cek atas-tunjuk.
Pasal 183.
Cek dapat berbunyi kepada yang ditunjuk oleh penarik.
Cek dapat ditarik atas beban pihak ketiga. Penarik dianggap menarik
atas bebannya sendiri bila dari cek itu atau dari Surat pemberitahuannya
tidak ternyata atas beban siapa hal itu dilakukan.
Cek dapat ditarik pada penariknya sendiri. (KUHD 102.)
Pasal 183a.
Bila
penarik memuat dalam cek pernyataan: "nilai untuk diinkaso”, "untuk
inkaso ", "diamanatkan ", atau pernyataan lain yang membawa arti amanat
belaka untuk memungut, penerima dapat melakukan semua hak yang timbul
dari cek itu, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkannya, selain
dengan cara mengamanatkannya.
Dalam cek demikian para debitur cek
hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya,
seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap penarik.
Amanat
yang dimuat dalam cek-inkaso tidak berakhir karena meninggalnya pemberi
amanat atau karena pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum.
(KUHPerd. 1792 dst., 1813; KUHD 102a, 117 , 200, 210, 221.)
Pasal 184.
Klausula bunga yang dimuat dalam cek dianggap tidak ditulis. (KUHD104.)
Pasal 185.
Cek
dapat ditentukan bahwa dapat dibayar di tempat tinggal pihak ketiga,
baik di tempat tinggal tertarik, ataupun di tempat lain. (KUHPerd. 17
dst., 24; KUHD 103.)
Pasal 186.
Cek yang jumlah uangnya
ditulis lengkap dalam huruf danjuga dengan angka, bila terdapat
perbedaan, berlaku jumlah yang ditulis lengkap dalam huruf. Cek yang
jumiah uangnya ditulis beberapa kali, baik lengkap dengan huruf maupun
dengan angka, bila terdapat perbedaan, hanya berlaku jumlah yang
terkecil. (KUHPerd. 1878 dst.; KUHD 105.)
Pasal 187.
Bila cek
itu memuat tanda tangan orang yang tidak cakap menurut hukum untuk
mengikatkan diri dengan menggunakan cek, tanda tangan palsu, atau tanda
tangan dari orang rekaan, atau tanda tangan orang-orang yang karena
alasan lain apa pun juga, tidak dapat mengikat orang-orang yang telah
membubuhkan tanda tangan mereka atau orang yang atas namanya telah
dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan dari orang-orang lain yang
tanda tangannya terdapat pada cek itu, berlaku sah. (KUHD 106; KUHP
264.)
Pasal 188.
Setiap orang yang membubuhkan tanda
tangartnya di atas cek sebagai wakil dari seseorang untuk siapa Ia tidak
mempunyai wewenang untuk bertindak, Ia sendiri terikat karena cek itu,
dan setelah membayar, mampunyai hak yang sama seperti yang semestinya
harus dipunyai oleh orang yang diwakw olehnya. Hal itu berlaku juga
terhadap wakil yang melampaui batas wewenangnya. (KUHPerd. 1797, 1806;
KUHD 107.)
Pasal 189.
Penarik menjamin pembayarannya. Setiap
Klausula yang meniadakan kewajiban ini, dianggap tidak ditulis. (KUHD
108, 190a, 229f; Rv. 2292, 581-1 sub 11.)
Pasal 190.
Bila
cek, yang pada waktu pengeluarannya tidak lengkap, telah dibuat lengkap,
bertentangan dengan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat, maka
kepada pemegang tidak dapat digjukan tentang tidak memenuhi
peijardian-perjanjian itu, kecuali pemegang telah memperoleh cek itu
dengan itikad buruk atau karena kesalahan yang besar. (KUHD 109.)
Pasal 190a.
Penarik atau seseorang yang atas tanggungannya cek itu ditarik, wajib
berusaha agar dana yang diperlukan untuk pembayaran pada hari
pengajuartnya ada di tangan tertarik, sekalipun bila cek itu ditetapkan
harus dibayar oleh pihak ketiga, dengan tidak mengurangi kewajiban
penarik sesuai dengan pasal 189. (KUHD 109b, 190b.)
Pasal 190b.
Tertarik dianggap mempunyai dana yang diperlukan, bila pada waktu
pengajuan cek itu kepada penarik atau kepada orang yang atas
tanggungannya cek itu ditarik, ia mempunyai utang sejumlah uang yang
sudah dapat ditagih, paling sedikit sama denganjumlah pada cek itu.
(KUHD 109c, 180, 217a, 22 la.)
Bagian 2. Pengalihan.
Pasal 191.
Cek yang ditetapkan agar harus dibayarkan kepada orang yang namanya
disebut dengan atau tanpa Klausula yang tegas "kepada tertunjuk ",
dapat dialihkan dengan jalan endosemen.
Cek yang ditetapkan agar
harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut dengan klausula:
"tidak kepada tertunjuk ", atau Klausula semacam itu, hanya dapat
dialihkan dalam bentuk sesi biasa beserta akibatnya. Endosemen yang
ditempatkan pada cek demikian berlaku sebagai sesi biasa. (KUHPerd.
613.)
Endosemen itu bahkan dapat ditetapkan untuk keuntungan penarik
atau setiap debitur cek lainnya. Orang ini dapat mengendosemenkan lagi
cek itu. (KUHD 110 dst., 192 dst.)
Pasal 192.
Endosemen harus tidak bersyarat. Setiap syarat yang dimuat di dalamnya dianggap tidak ditulis.
Endosemen untuk sebagian adalah batal.
Demikian juga endosemen dari tertarik adalah batal.
Endosemen atas-tunjk berlaku sebagai endosemen blangko.
Endosemen kepada tertarik hanya berlaku sebagai pemberian pernyataan
lunas, kecuali bila tertarik mempunyai beberapa kantor dan bila
endosemen itu ditetapkan untuk keuntungan kantor lain daripada kantor
yang atasnya cek itu ditarik. (KUHD 193.)
Pasal 193.
Endosemen harus dibuat di atas cek atau pada lembaran yang dilekatkan padanya (lembaran sambungan).
Hal itu harus ditandatangani oleh endosan.
Endosemen
itu dapat membiarkan pihak yang diendosemenkan tidak disebut, atau
endosemen itu hanya terdiri dari tanda tangan endosan (endosemen
blangko). Dalam hal terakhir, agar dapat berlaku sah, endosemen itu
harus dibuat di halaman belakang cek itu atau pada lembaran
sambungannya. (KUHD 112, 2033.)
Pasal 194.
Dengan endosemen
itu dipindahkan semua hak yang bersumber pada cek itu. Bila
endosemennya itu dalam blangko, pemegangnya dapat:
1 mengisi blangko itu baik dengan namanya sendiri ataupun dengan nama orang lain;
2 mengendosemenkan lagi cek itu dalam blangko atau kepada orang lain;
3 menyerahkan cek itu kepada orang ketiga tanpa mengisi blangkonya dan tanpa mengendosemenkannya. (KUHPerd. 612; KUHD 113.)
Pasal 195.
Kecuali bila dipersyaratkan lain, maka endosan menamin pembayarannya. (Rv. 2992, 581-1 sub 11.)
Ia dapat melarang endosemen baru; dalam hal itu is tidak menjamin
pembayarannya terhadap mereka kepada siapa cek itu diendosemenkan
kemudian. (KUHD 114.)
Pasal 196.
Barangsiapa memegang cek
yang dapat dialihkan dengan endosemen, dianggap sebagai pemegangnya yang
sah, bila Ia menunjukkan haknya dengan memperuhatkan deretan endosemen
yang tak terputus, bahkan bila endosemen terakhir dibuat sebagai
endosemen blangko. Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap dalam hal
itu tidak ditulis. Bila endosemen blangko diikuti oleh endosemen lain,
maka penandatangan endosemen terakhir ini dianggap telah memperoleh cek
itu karena endosemen blangko. (KUHPerd. 1977; KUHD 1151, 1911, 198, 212,
227a.)
Pasal 197.
Endosemen yang terdapat pada cek
atas-tunjuk membuat endosan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan
mengenai hak regres; selanjutnya hal itu tidak membuat menjadi cek
kepada tertunjuk. (KUHD 182, 191, 195, 217 dst.)
Pasal 198.
Bila seseorang dengan jalan apa pun juga telah kehilangan cek yang
dikuasainya, maka pemegang cek tersebut, tidak wajib untuk menyerahkan
kembali, kecuali bila Ia telah memperolehnya dengan itikad buruk atau
mendapatnya karena kesalahan yang besar, dan hal itu tidak dibedakan
apakah mengenai cek atas-tunjuk atau cek yang dapat diendosemenkan, yang
haknya alas cek itu dibuktikan oleh pemegang dengan cara yang diatur
dalam pasal 196. (KUHPerd. 582; KUHD 115', 182, 191, 212, 227a.)
Pasal 199.
Mereka yang ditagih berdasarkan cek terhadap pemegangnya tidak dapat
menggunakan alat-alat pembantah yang berdasarkan hubungan pribadinya
dengan penarik atau para pemegang yang terdahulu, kecuali bila pada
waktu memperoleh cek itu dengan sengaja telah bertindak dengan merugikan
debitur. (KUHD 116.)
Pasal 200.
Bila endosemen memuat
pernyataan: "nilai untuk diinkaso ", "untuk inkaso", "diamanatkan " atau
pernyataan yang membawa arti amanat belaka untuk memungut, maka
pemegangnya dapat melakukan semua hak yang timbul dari cek itu, akan
tetapi Ia tidak dapat mengendosenlenkannya secara lain daripada secara
mengamanatkannya.
Dalam hal itu para debitur cek hanya dapat
menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya, seperti yang
semestinya dapat digunakan terhadap endosan.
Amanat yang dimuat
dalam endosemen inkaso tidak berakhir karena meninggalnya pemberi amanat
atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum.
(KUHPerd. 1792 dst., 1813; KUHD 117, 183a.)
Pasal 201.
Endosemen yang dilakukan pada cek setelah protes atau keterangan yang
sama dengan itu, atau setelah habis jangka waktu pengajuan, hanya
mempunyai akibat dari sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
Dengan
pengecualian pembuktian kebaukannya, endosemen tanpa tanggal dianggap
telah dibuat sebelum protes atau keterangan yang sama dengan itu, atau
sebelum lampaunya jangka waktu yang dimaksud dalam alinea yang lalu.
(KUHPerd. 1915 dst.; KUHD 119, 217 dst., 220.)
Bagian 3. Aval (Perjanjian Jaminan).
Pasal 202.
Pembayaran cek dapat duamin dengan perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya atau sebagian dari uang cek itu.
Penjaminan tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh
orang yang tanda tangannya terdapat pada cek itu, kecuali oleh
tertarik. (KUHPerd. 1820 dst.; KUHD 129, 178-3', 192 3 , 203 dst.)
Pasal 203.
Aval itu ditulis dalam cek itu atau di atas lembaran sambungannya.
Hal itu dinyatakan dengan kata-kata: "baik untuk aval ", atau dengan
pernyataan semacam itu; yang ditandatangani oleh pemberi aval.
Tanda
tangan saja dari pemberi aval pada halaman depan cek itu berlaku
sebagai aval, kecuali bila tanda tangan itu dari penarik. (KUHPerd.
1824.)
Hal itu dapat juga dilakukan dengan naskah tersendiri atau
dengan sepucuk surat yang menyebutkan tempat di mana hal itu diberikan.
Dalam aval harus dicantumkan untuk siapa hal itu diberikan. Bila hal
ini tidak ada, dianggap diberikan untuk penarik. (KUHD 130, 204.) 204.
Pemberi aval terikat dengan cara yang sama seperti orang yang diberi
aval. (KUHPerd. 1280, 1282, 1831 dst; Rv. 2992 , 581 - f sub IO.)
Perikatannya berlaku sah, sekalipun perikatan yang dijamin olehnya batal
oleh sebab lain daripada cacat dalam bentuk. (KUHPerd. 1821.)
Dengan membayar, pemberi aval memperoleh hak-hak yang berdasarkan cek
itu dapat digunakan terhadap orang yang diberi aval dan terhadap mereka
yang berdasarkan cek itu terikat padanya. (KUHPerd. 1839 dst.; KUHD
131.)
Bagian 4. Pengajuan dan Pembayaran.
Pasal 205.
Cek harus dibayar pada waktu ditunjukkan. Setiap pernyataan sebaliknya dianggap tidak ditulis.
Cek yang diajukan untuk pembayaran sebelum tanggal yang disebut sebagai
tanggal pengeluaran, dapat dibayar pada hari pengajuannya. (KUHD 206,
209.)
Pasal 206.
Sepucuk cek yang dikeluarkan atau yang harus dibayar di Indonesia harus diajukan untuk pembayaran dalam waktu tujuh puluh hari.
Jangka waktu tersebut di atas mulai berjalan sejak hari yang disebut
pada cek itu sebagai hari pengeluarannya. (KUHD 133', 137, 209, 217,
226, 229i.)
Pasal 207.
Hari pengeluaran cek yang ditarik
antara dua tempat dengan tarikh yang berbeda dijatuhkan pada hari yang
sama dari tarikh tempat pembayaran. (KUHD 136 2.)
Pasal 208.
Pengajuan kepada lembaga pemberesan (verrekeningskamer) berlaku sebagai pengajuan untuk pembayaran. (KUHD 217-31.)
Oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Pemerintah) akan ditunjuk
badan-badan yang dianggap sebagai lembaga tersebut dalam arti bab ini.
(KUHD 137 2.)
Pasal 209.
Penarikan kembali cek itu hanya berlaku setelah jangka waktu pengajuan berakhir.
Bila tidak ada penarikan kembali, maka tertarik dapat membayar bahkan setelah jangka waktu berakhir. (KUHD 206.)
Pasal 210.
Baik kematian penaiik maupun ketidakcakapannya menurut hukum yang
timbul setelah pengeluaran cek itu, tidak berpengaruh pada akibat-akibat
dari cek. (KUHPerd. 1792, 1813; KUHP 1173, 183 a 3, 187, 2003.)
Pasal 211.
Diluar hal dimaksud dalam pasal 227a, tertarik yang telah membayar
dapat menuntut penyerahan cek tersebut lengkap dengan tanda pelunasan
secukupnya dari pemegang.
Pemegang tidak boleh menolak pembayaran sebagian.
Dalam hal pembayaran sebagian, tertarik dapat menuntut, bahkan
pembayaran dinyatakan dalam cek dan bahwa untuk itu ia mendapat tanda
pembayaran. (KUHPerd. 1390; KUHD 138.)
Pasal 212.
Tertarik
yang membayar cek dengan endosemen, wajib meneliti tertibnya deretan
endosemen, akan tetapi tidak tanda tangan para endosertien. (KUHD 1392,
196; KUHPerd. 1385 dst.; 1405-10.)
Bila ia, setelah membayar yang
tidak membebaskan, wajib membayar untuk kedua kalinya, maka Ia berhak
menagih kepada mereka semua yang telah memperoleh cek itu dengan itikad
buruk, atau yang memperolehnya karena kesalahan yang besar. (KUHPerd.
1386 dst.; KUHD 139', 198, 209, 227a.)
Pasal 213.
Cek yang
pembayarannya dipersyaratkan dalam uang lain dari uang di tempat
pembayarannya dapat dibayar dalam jangka waktu pengajuan dengan uang
dari negerinya menurut nilai pada hari pembayaran. Bila pembayaran itu
tidak terjadi pada waktu diajukan, pemegang dapat menuntut sesuai dengan
pilihannya, bahwa jumlah pada cek itu dibayar dalam uang negerinya
menurut kurs, baik dari hari pengajuan, maupun dari hari pembayaran.
Nilai uang asing itu ditetapkan menurut kurs pada tempat pembayarannya.
Akan tetapi penarik dapat menetapkan, bahwa jumlah yang harus dibayar
diperhitungkan menurut kurs yang ditetapkan dalam cek itu. (AB. 1-8.)
Hal yang tercantum di atas tidak berlaku, bila penarik menetapkan,
bahwa pembayarannya harus dilakukan dalam uang tertentu yang ditunjuk
(Klausula pembayaran sesungguhnya dalam uang asing).
Bila jumlah
dari cek itu dinyatakan dalam uang yang mempunyai nama yang sama, akan
tetapi mempunyai nilai yang berbeda dalam negeri pengeluarannya dan
dalam negeri tempat pembayarannya, maka dianggap, bahwa yang dimaksud
adalah uang dari tempat pembayaran. (KUHPerd. 1756 dst., 1915 dst.; KUHD
60, 140, 178-2-.)
Bagian 5. Cek Bersilang Dan Cek Untuk Perhitungan.
Pasal 214.
Penarik atau pemegang cek dapat menyilangnya dengan akibat yang disebut dalam pasal berikut.
Penyilangan dilakukan dengan menempatkan dua garis sejajar di halaman
depan cek itu. Penyilangan ada yang umum atau ada juga yang khusus.
Penyilangan itu umum, bila tidak memuat di antara dua garis itu suatu
penunjukan pun, atau pernyataan: "bankir " atau kata semacam itu;
penyilangan itu khusus, bila terdapat nama seorang bankir di antara dua
garis itu.
Penyilangan umum dapat diubah menjadi penyilangan khusus, tapi penyilangan khusus tidak dapat diubah menjadi penyilangan umum.
Pencoretan penyilangan atau naina bankir yang ditunjuk dianggap tidak pernah terjadi.
Pasal 215.
Cek dengan penyilangan umum oleh tertarik hanya dapat dibayar kepada bankir atau kepada nasabah tertarik.
Cek dengan penyilangan khusus oleh tertarik hanya dapat dibayar kepada
bankir yang ditunjuk, atau bila bankirr ini tertarik hanya kepada salah
seorang nasabahnya. Akan tetapi bankir yang disebut dapat mengalihkan
cek itu kepada bankir lain untuk diinkaso.
Seorang bankir hanya
boleh menerima cek bersilang dari salah seorang nasabahnya atau dari
seorang bankir lain. Ia tidak boleh menagih atas beban orang lain selain
dari orang tersebut.
Cek yang memuat lebih dari satu penyilangan
khusus, hanya boleh dibayar oleh tertatik, bila tidak memuat lebih dari
dua penyilangan yang satu di antaranya bertwuan untuk penagihan oleh
suatu lembaga pemberesan.
Tertarik atau bankir yang tidak mentaati
ketentuan di atas, harus bertanggung jawab untuk kerugian sebesar jumlah
dari cek itu. (KUHD 180, 229a, bis.)
Pasal 216.
Penarik,
juga pemegang cek, dapat melarang pembayaran dalam uang tunai dengan
menyebutkan pada halaman depan dengan arah miring: "untuk dimasukkan
dalam rekening " atau pernyataan semacam itu.
Dalam hal demikian,
cek itu hanya memberi alasan kepada tertarik untuk membukukannya
(rekening koran, giro atau kompensasi). Pembukuan berlaku sebagai
pembayaran.
Pencoretan pernyataan: "untuk diinasukkan dalahi rekening " dianggap tidak pernah terjadi.
Tertarik yang tidak menaati ketentuan di atas, bertanggungjawab untuk
kerugian sebesar jumlah dari cek itu. (KUHPerd. 1338 dst.; KUHD 211-213,
218a.)
Bagian 6. Hak Regres Dalam Hal Nonpembayaran.
Pasal 217.
Pemegang dapat melakukan hak regresnya terhadap para endosan, penarik
dan para debitur cek yang lain, bila cek yang diajukan@epat pada
waktunya tidak dibayar, dan bila perubahan itu ditetapkan:
1. baik dengan akta otentik (protes); (KUHD 218b.)
2.
atau dengan keterangan tertarik yang diberi tanggal dan ditulis di atas
cek dengan pernyataan hari pengajuannya; (KUHD 143d, 220.)
3.
ataupun dengan keterangan yang diberi tanggal dari suatu lembaga pem.
beresan, di mana dinyatakan bahwa cek itu telah diajukan tepat pada
waktunya dan tidak dibayar. (KUHD 142 dst., 208', 227 dst.)
Pasal 217a.
Bila nonpembayaran dari cek ditetapkan dengan protes atau dengan
keterangan yang disamakan dengan itu, maka bagaimanapun juga penarik
wajib menjamin ganti rugi, meskipun protes atau keterangan tidak
diberikan pada waktunya, kecuali bila dibuktikan bahwa pada hari cek
diajukan dana yang diperlukan untuk pembayaran ada di tangan tertarik.
Bila dana yang dibutuhkan hanya ada sebagian, maka penarik bertanggung
jawab atas kekurangannya.
Dalam hal protes atau keterangan yang
tidak diberikan pada waktunya, maka penarik dengan ancaman hukuman,
wajib menjamin ganti rugi, wajib melepaskan dan menyerahkan kepada
pemegang, tagihan atas dana penarik, yang ada di tangan tertarik pada
hari pengajuan sebesarjumlah cek itu; dan Ia harus memberikan kepada
pemegang atas biayanya ini, bukti yang diperlukan untuk membuat tagihan
itu berlaku sah. Bila penarik dinyatakan dalam kepailitan, maka para
pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama seperti itu, kecuali
bila mereka lebih suka untuk mengizinkan tampil sebagai penagih untuk
jumlah cek itu. (KUHD 152a, 180,190a dst., 229g; KUHPerd. 613; F. 1,
13.)
Pasal 218.
Protes atau keterangan yang disamakan dengan itu harus dilakukan sebelum akhir jangka waktu pengajuan.
Bila pengajuan terjadi pada hari terakhir jangka waktu tersebut, protes
atau keterangan yang disamakan dengan itu dapat dilakukan pada hari
kerja pertama berikutnya. (KUHD 1432,3, 206.)
Pasal 218a.
Pembayaran cek harus diminta dan protes yang menyusul kemudian harus dilakukan di tempat tinggal tertarik. (KUHD 178-41.)
Bila cek ditarik untuk dibayar di tempat lain yang ditunjuk atau oleh
orang lain yang ditunjuk, baik di kabupaten yang sama, maupun di
kabupaten lain, maka permintaan pembayaran harus diminta dan protes
dibuat di tempat yang ditunjuk atau kepada orang yang ditunjuk itu.
Bila orang yang harus membayar cek tidak dikenal sama sekali atau tidak
dapat ditemukan, maka protes itu harus dilakukan pada kantor pos di
tempat tinggal yang ditunjuk untuk pembayaran, dan bila di sana tidak
ada kantor pos, di daerab Gubememen Jawa dan Madura kepada
assisten-residen, dan di luar itu kepada KepaIa Pemerintahan Daerah
setempat. Demikian pulalah harus dilakukan seperti itu, bila suatu cek
ditarik untuk dibayar di kabupaten lain daripada tempat tinggal
tertarik, dan tempat tinggal di mana pembayaran harus dilakukan tidak
ditunjuk. (KUHPerd. 1393; KUHD 143a, 205 dst.; F. 962.)
Pasal 218b.
Protes nonpembayaran dilakukan oleh notaris atau juru sita. Hal itu harus disertai dengan dua saksi.
Protes itu memuat:
1. Salinan kata demi kata dari cek itu, dari endosemen-endosemen, dari avalnya, dan dari alamat-alamat yang ditulis di atasnya;
2.
pernyataan, bahwa mereka telah meminta pembayarannya kepada orangorang
atau di tempat yang disebut dalam pasal yang lalu dan tidak
memperolehnya;
3. pernyataan alasan yang telah dikemukakan tentang nonpembayaran;
4. penerimaannya untuk.menandatangani protes itu, dan alasan penolakannya;
5. pernyataan, bahwa la, notaris atau juru sita, karena penolakan itu telah memprotes.
Bila
protes itu mengenai cek yang hilang, cukuplah dengan uraian yang
seteliti-telitinya dari isi cek itu, untuk mengganti apa yang ditentukan
dalam nomor 1 alinea yang lalu. (KUHD 143b, 217-11, 227a dst.; Not. 1,
20 dst.)
Pasal 218c.
para notaris atau para juru sita dengan
ancaman untuk mengganti biaya-biaya, kerugian dan bunga, wajib untuk
membuat salinan protes tersebut dan memberitahukan hal itu dalam
salinan, dan membukukannya dalam register khusus menurut urutan waktu,
yang diberi nomor dan tanda pengesahan oleh Ketua raad van justitie,
bila tempat tinggal mereka dalam kabupaten di mana raad van justitie itu
berada dan di luar itu, oleh hakim pengadilan karesidenan; bila ini
tidak ada, terhalang atau tak mungkin bertindak, di daerah Gubememen
Jawa dan Madura oleh asisten-residen dan di luar itu oleh KepaIa
Pemerintahan Daerah, setempat. Mereka juga wajib, biIa dikehendald,
menyerahkan selembar atau lebih dari salinan protes itu kepada mereka
yang berkepentingan. (KUHD 143c; Rv. 4, 8.)
Pasal 219.
Pemegangnya
harus memberitahukan kepada endosannya dan kepada penariknya tentang
nonpembayaran itu dalam empat hari kerja berikut dari hari protes, atau
keterangan yang disamakan dengan itu dan, bila cek itu ditarik dengan
Klausula tanpa biaya, berikut dari hari pengajuan. Setiap endosan
harus memberitahukan kepada endosannya dalam dua hari kerja yang berikut
dan hari penerimaan pemberitahuan itu, tentang pemberitahuan yang
diterima olehnya, dengan menyebut nama dan alamat mereka yang telah
melakukan pembeiitahuan yang lebih dahulu, dan demikian seterusnya
kembali pada penariknya. Jangka waktu ini berjalan mulai dari penerimaan
pemberitahuan yang lebih dahulu.
Bila sesuai dengan alinea yang lalu
disampaikan pemberitahuan kepada seseorang yang tandatangannya terdapat
pada cek itu, harus disampaikan pemberitahuan yang sama dalam jangka
waktu itu juga kepada pemberi avalnya.
Bila seorang endosan tidak
menyatakan alamatnya atau menyatakannya dengan cara yang sukar dibaca,
sudah cukuplah dengan pemberitahuan kepada endosan yang lebih dahulu.
Barangsiapa harus mengadakan pemberitahuan, dapat melakukan hal itu
dalam bentuk apa pun, bahkan dapat dengan hanya mengirimkan kembali cek
itu. Ia harus membuktikan, bahwa Ia telah melakukan pemberitahuan itu
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu tersebut
dianggap telah diindahkan, bila surat yang memuat pemberitahuan itu
dalam jangka waktu tersebut telah disampalkan dengan pos. (KUHPerd.
1916.)
Barangsiapa melakukan pemberitahuan itu tidak dalam jangka
waktu tersebut di atas, tidak menyebabkan dirinya kehilangan hak; bila
ada alasannya, Ia bertanggungjawab atas segala kerugian yang disebabkan
oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu, tidak
mungkin melampaui jumlah cek itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 144, 217
dst.)
Pasal 220.
Penarik, seorang endosan atau seorang
pemberi aval, dapat membebaskan pemegangnya dari pembuatan protes atau
keterangan yang disamakan dengan itu untuk melakukan hak regresnya,
dengan jalan klausula: "tanpa biaya", "tanpa protes" atau Klausula
lain semacam itu yang ditulis dan ditandatangani di atas cek itu.
Klausula ini tidak membebaskan pemegang dari pengajuan cek itu dalam
jangka waktu yang ditetapkan ataupun dari penyelenggaraan
pemberitahuannya. Bukti tentang tidak dundahkannya jangka waktu itu
harus dibenkan oleh mereka yang mendasarkan haknya atas hal itu terhadap
pemegang.
Bila Klausula itu dibuat oleh penarik, maka hal itu
berakibat terhadap mereka Semua yang tandatangannya terdapat pada cek
itu; bila hal itu dibuat oleh endosan atau oleh pemberi aval, maka hal
ini hanya berakibat terhadap endosan atau pemberi aval saja. Meskipun
ada Klausula yang ditetapkan oleh penarik, bila pemegang menyuruh juga
menetapkan penolakan pembayaran itu dengan protes atau keterangan yang
dlganiakan dengan itu, maka biaya menjadi bebannya. Bila Klausula itu
berasal dari endosan atau pemberi aval, maka biaya untuk protes atau
keterangan yang dlqamakan dengan itu, bila dibuat akta semacam itu,
dapat ditagih dari mereka yang tandatangannya terdapat pada cek itu.
(KUHD 145, 206, 217-20, 219.)
Pasal 221.
Semua orang yang
terikat berdasarkan cek, masih terikat untuk sepenuhnya terhadap
pemegangnya. Di samping itu juga pihak ketiga yang atas bebannya cek
itu ditarik dan yang telah menikmati nilainya, bertanggungjawab pula
terhadap pemegang.
Pemegang dapat menggugat orang-orang ini, baik
masing-masing maupun bersama-sama, tanpa wajib memperhatikan urutan
ikatan mereka.
Hak yang sama ada pada setiap orang yang
tandatangannya terdapat pada cek dan yang telah membayar untuk memenuld
kewajiban regresnya.
Gugatan yang dilakukan terhadap salah seorang
debitur cek, tidak inenghalangi gugatan kepada debitur lainnya, meskipun
mereka mengikatkan diri lebih belakangan daripada yang ditagih pertama.
(KUHPerd. 1280 dst., 1283, 1292 dst.; KUHD 146, 183a, 217, 221a; F.
132; Rv. 2992, 581-1 sub 11.)
Pasal 22la.
Pemegang cek yang
nonpembayarannya ditetapkan dengan protes atau keterangan yang disamakan
dengan itu, sama sekali tidak mempunyai hak atas dana yang ada di
tangan tertarik dari penariknya.
Dalam hal kepailitan penarik, uang itu termasuk hartanya. (KUHD 146a, 190a dst.; F. 19.)
Pasal 222.
Pemegang melakukan gugatan kepada mereka, terhadap siapa ia melaksanakan hak regresnya:
1. jumlah uang cek itu yang tidak dibayar;
2. bunga enam persen termtung dari hari pengajuan;
3.
biaya protes atau keterangan yang disamakan dengan itu biaya
pemberitahuan yang telah dilakukan beserta biaya lain. (KUHPerd. 12503;
KUHD 147, 217, 218b.)
Pasal 223.
Orang yang untuk memenuhi
kewajiban regresnya, telah membayar cek itu, dapat menagih mereka yang
berkewajiban regres terhadapnya:
1. seluruh jumlah yang telah dibayarkan olehnya;
2. bunga enam persen terhitung dari hari pembayarannya;
3. biaya yang telah dikeluarkan olehnya. (KUHPerd. 12503 ; KUHD 148, 217, 222.)
Pasal 224.
Setiap debitur cek, terhadap siapa dilakukan atau dapat dilakukan hak
regres, dengan membayar untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat
menuntut penyerahan ceknya dengan protes, atau keterangan yang disamakan
dengan itu, beserta perhitungan yang ditandatangani sebagai pelunasan.
Setiap endosan yang telah membayar cek untuk memenuhi kewajiban
regresnya, dapat mencoret endosemennya sendiri dan endosemen-endosemen
berikutnya. (KUHD 149, 217, 222, 227.)
Pasal 225.
Bila
pengajuan cek itu atau pembuatan protes atau keterangan yang disamakan
dengan itu dalam jangka waktu yang ditetapkan terhalang oleh rintangan
yang tidak dapat diatasi (peraturan perundang-undangan dari suatu negara
atau hal lain di luar kekuasaannya), maka jangka waktu itu
diperpanjang.
Pemegangnya wajib segera memberitahukan kepada
endosannya tentang keadaan yang di luar kekuasaan itu, dan mencantumkan
pemberitahuannya pada cek itu atau lembaran sambungannya dengan diberi
tanggal dan ditandatangani; untuk selebihnya berlaku ketentuan pasal
219.
Setelah berakhirnya keadaan yang di luar kekuasaannya,
pemegangnya harus segera mengajukan cek itu untuk pembayaran, dan, bila
ada alasan untuk itu, menyuruh menetapkan penolakan pembayaran dengan
protes atau keterangan yang disamakan dengan itu.
Bila keadaan di
luar kekuasaannya itu berlangsung lebih dari lima betas hari terhitung
dari hari sewaktu pemegang memberitahukan tentang keadaan yang di luar
kekuasaannya kepada endosanya, meskipun sebelum akhir jangka waktu
pengajuan, maka hak regres dapat dilakukan tanpa diperlukan pembuatan
protes atau keterangan yang disamakan dengan itu.
Fakta-fakta yang
bersifat pribadi bagi pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan
olehnya untuk mengajukan cek itu atau tintuk mengadakan protes atau
keterangan yang dlqamakan dengan itu, tidak dianggap sebagai hal-hal
yang di luar kekuasaannya. (KUHD 153, 205 dst., 217, 218.)
Bagian 7. Lembaran Cek Dan Cek yang Hilang.
Pasal 226.
Kecuali cek atas-tunjuk, setiap cek yang dikeluarkan dalam suatu negara
dan harus dibayar di negara lain atau di daerah seberang laut dari satu
negara yang sama dan sebaliknya, atau dikeluarkan dan harus dibayar di
daerah seberang laut yang sama atau di daerah seberang laut dari satu
negara, dapat ditarik dalam lembaran-lembaran lebih dari satu yang
bunyinya sama. Bila cek ditarik dalam beberapa lembar, lembaran itu
harus diberi nomor dalam alas-haknya, yang dianggap bahwa setiap lembar
merupakan cek tersendiri, bila pemberian nomor itu tidak ada. (KUHD 163,
178, 182, 206 dst.)
Pasal 227.
Pembayaran yang dilakukan
atas salah satu dari lembaran mengakibatkan pembebasan, meskipun tidak
disyaratkan, bahwa pembayaran itu menghapuskan kekuatan lembaran lain.
Endosan
yang telah menyerahkan lembaran itu kepada beberapa orang, demikian
pula endosan yang kemudian, terikat oleh lembaran yang memuat tanda
tangan mereka dan tidak diserahkan. (KUHD 164, 191, 224.)
Pasal 227a.
Orang yang kehilangan cek yang pemegangnya adalah ia sendiri, hanya
dapat meminta pembayaran kepada tertarik dengan mengadakan jaminan untuk
waktu tigapuluh tahun. (KUHPerd. 1830,1967; KUHD 167a, 196,198, 212;
Rv. 611 dst.)
Pasal 227b.
Orang yang kehilangan cek yang
pemegangnya adalah ia sendiri dan yang sudah gugur dan di mana perlu
telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya terhadap penarik, dengan
mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967;
KUHD 167b, 217, 218b; Rv. 611 dst.)
Bagian 8. Perubahan.
Pasal 228.
Bila ada perubahan dalam alas-hak suatu cek, maka mereka yang kemudian
membubuhkan tanda tangan pada cek itu, terikat menurut alas-hak yang
diubah; mereka yang sebelum itu membubuhkan tanda tangan mereka pada cek
itu, terikat menurut alas-hak aslinya. (KUHD 168; KUHP 264.)
Bagian 9. Daluwarsa.
Pasal 228a.
Dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal berikut, utang karena cek dihapus oleh
segala ikhtiar pembebasan utang yang tercantum dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1381; KUHD 168a.)
Pasal 229.
Semua
tuntutan regres pemegang terhadap para endosan, penarik dan debitur cek
lain, kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, terhitung dari
akhir jangka waktu pengajuan.
Tuntutan regres dari berbagai debitur
yang satu terhadap yang lain, yang wajib terhitung dari hari pembayaran
oleh debitur cek itu untuk memenuhi kewajiban melakukan pembayaran cek,
kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, regresnya, atau dari
hari Ia digugat di depan pengadilan.
Daluwarsa yang dimaksud dalam
alinea pertama dan kedua tidak dapat digunakan oleh penarik, bila atau
sejauh Ia tidak menyediakan dana, dan tidak dapat digunakan oleh penarik
atau pam endosan, yang telah memperkaya diri secara tidak adil,
semuanya tanpa mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata pasal 1967. (KUHD 169, 229k.)
Pasal 229a.
Pencegah
daluwarsa hanya berlaku terhadap orang yang terhadapnya dilakukan tindak
pencegahan daluwarsa itu. (KUHPerd. 1381; KUHD 168a.)
Menyimpang
dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1987 dan pasal 1988
berlakulah daluwarsa yang dibicarakan dalam pasal yang lalu terhadap
mereka yang belum dewasa dan terhadap mereka yang berada dalam
pengampuan, demikian pula antara suami-istri, dengan tidak mengurangi
hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang dalam pengampuan terhadap
wali atau pengampu mereka. (KUHD 170, 229k.)
Bagian 10. Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 229a.bis.
Bankir, yang tersebut dalam bagian-bagian sebelum bab ini, disamakan
dengan semua orang atau lembaga yang dalam pekerjaan mereka secara
tertib memegang uang untuk penggunaan langsung oleh orang lain. (KUHD 74
dst., 180, 214 dst.)
Pasal 229b.
Pengajuan dan protes dari suatu cek tidak dapat dilakukan selain pada hari kerja.
Bila hari terakhir jangka waktu yang ditetapkan oleh Undang-undang
untuk melakukan tindakan mengenai cek yaitu untuk pengajuan dan untuk
membuat protes atau keterangan yang disamakan dengan itu adalah hari
raya,maka jangka waktu ini diperpanjang sampai hari kerja pertama
berikut pada akhir jangka waktu tersebut. Hari raya yang terdapat
diantara itu dimasukkan dalam perhitungan jangka waktu. (KUHD 171, 205
dst.; Rv. 171.)
Pasal 229b.bis.
Yang dianggap hari raya resmi
dalam arti bagian ini ialah Minggu, Tabun Baru, Paskah Kristen kedua dan
Pantekosta, kedua haii Natal, Kenaikan Isa Almasih, beserta hari-hari
raya lainnya yang setiap tahun kembali ditetapkan oleh Directeur van
Justitie (Menteri Kehakiman). Penunjukan tanggal semua hari raya yang
dimaksud dalam pasal ini, kecuali hari Minggu, dilakukan setiap tahun
dengan Surat ketetapan yang dimuat dalam Surat kabar resmi sebelum
permulaan tahun. (KUHD 171a, 229j.)
Pasal 229c.
Dalam jangka
waktu yang diatur dalam bagian-bagian sebelum bab ini, tidak termasuk
hari permulaan jalannya jangka waktu ini. (KUHD 172, 201, 205 dst., 218,
225, 227a dst., 229.)
Pasal 229d.
Tiada satu hari penangguhan pun diizinkan, baik menurut undang-undang maupun menurut keputusan hakim. (KUHD 173.)
Bagian 11. Kuitansi Dan Promes Atas-Tunjuk.
Pasal 229e.
Kuitansi dan promes atas-tunjuk harus memuat tanggal yang betul dari
terbitan aslinya. (KUHD 229f dst., 229i; Rv. 581 -1 sub 21.)
Pasal 229f.
Penerbit asli kuitansi atas-tunjuk, yang harus dibayar oleh pihak
ketiga, bertanggungjawab terhadap setiap pemegangnya untuk memenuhinya
selama dua puluh hari setelah hari tanggalnya dan hari itu tidak
termasuk. (KUHD 108, 189, 229g.)
Pasal 229g.
Akan tetapi
tanggungjawab penerbit asli tetap berlangsung, kecuali bila ia
membuktikan bahwa selama waktu yang ditentukan dalam pasal yang lampau
mempunyai dana sebesar jumlah pada Surat yang diterbitkannya pada orang
yang atas dirinya telah diterbitkan Surat itu.
Penerbit asli, dengan
ancaman hukuman tanggungjawabnya akan berlangsung terus, wajib
melepaskan dan menyerahkan kepada pemegang tagam pada dana yang ada
darinya pada hari jatuh tempo di tangan orang yang atas namanya Surat
itu telah dikeluarkan, dan hal itu sebesar jumlah pada Surat yang
dikeluarkan; dan ia harus memberikan kepada pemegang atas biayanya ini,
bukti yang diperlukan untuk menjadikan tagihan itu berlaku sah. Bila
penerbit asli dinyatakan pailit, para pengawas hartanya mempunyai
kewajiban yang sama, kecuali bila mereka menganggap lebih baik untuk me
an pemegang itu sebagai penagih utang untuk jumlah pada Surat yang
dikeluarkan itu. (KUHPerd. 613; KUHD 152a, 229k; F. 1, 13.)
Pasal 229h.
Selain penerbit aslinya, setiap orang yang telah memberikan Surat
tersebut di atas sebagai pembayaran, tetap bertanggungjawab selama waktu
enam hari sesudahnya, tidak termasuk hari penerbilannya, terhadap orang
yang telah menerima Surat itu darinya. (KUHD 146, 217, 229j.)
Pasal 229i.
Pemegang promes atas-tunjuk wajib menagih pemenuhannya dalam waktu enam
hari setelah hari Surat itu diambil sebagai pembayaran, di dalamnya
tidak termasuk hari itu, dan bila tidak dilakukan pembayaran, ia harus
mengajukan promes itu untuk pencabutan, dal- jangka waktu yang sama,
kepada orang yang telah memberikan promes sebagai pembayaran kepadanya,
semua itu dengan ancaman hukuman akan kehilangan hak tagihnya terhadap
orang itu, akan tetapi dengan tidak mengurangi haknya terhadap orang
yang menandatangani promes itu.
Bila pada promes itu dinyatakan hari
harus dibayar, maka jangka waktu enam hari tersebut berjalan mulai satu
hari setelah hari pembayaran yang dinyatakan itu. (KUHD 152, 206,
229j.)
Pasal 229j.
Bila hari terakhir suatu jangka waktu,
yang terdapat dalam suatu ketentuan dalam bagian ini, jatuh pada hari
raya resmi dalam arti pasal 229b bis, kewajiban bertanggungjawab itu
tetap berlangsung sampai dengan hari pertama berikut yang bukan hari
raya resmi. (KUHD 171.)
Pasal 229k.
Semua tuntutanhak
terhadap para penerbit Surat yang disebut dalam bagian ini, atau
terhadap mereka yang di samping penerbit asli telah mengeluarkan Surat
itu sebagai pembayaran, kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan,
terhitung dari hari penerbilan yang asli.
Daluwarsa yang dimaksud
dalam alinea yang lalu tidak dapat digunakan oleh penerbit, bila dan
selama ia tidak menyediakan dananya, tidak dapat pula oleh penerbit atau
oleh mereka, yang di samping penerbit asli telah mengeluarkan Surat itu
sebagai pembayaran, bila mereka telah memperkaya diri dengan cara yang
tidak adil; semuanya tidak mengurangi yang ditentukan dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1967.
Terhadap daluwarsa yang disebut dalam pasal ini berlaku pasal 229a alinea kedua. (KUHD 169, 1704, 229.)
BAB VIII. REKLAME ATAU TUNTUTAN KEMBALI DALAM HAL KEPAILITAN.
Pasal 230.
Jika barang bergerak telah dijual dan diserahkan, dan harga
pembeliannya belum dilunasi sepenuhnya, dalam hal kepailitan pembeli,
penjual berhak untuk menuntut kembali barang itu menurut
ketentuan-ketentuan berikut. (KUHPerd. 574,612, 1139-31, 1144 dst., 1266
dst., 1459, 1478,1517 dst.; KUHD 98, 231, 233 dst., 236; F. 24, 36; Rv.
714 dst.)
Pasal 231.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Untuk
melakukan hak penuntutan kembali disyaratkan, bahwa barang itu masih
berada dalam keadaan yang sama seperti waktu diserahkan.
Bukti untuk
itu diizinkan, meskipun barang itu sudah dikeluarkan dari bungkusannya,
dibungkus kembali atau dikurangi. (KUHD 98, 230, 234.)
Pasal 232.
Barang bergerak, yang telah dijual baik dengan penentuan waktu maupun
tanpa penentuan waktu dapat dituntut kembali, bila barang itu masih
dalam perjalanan, baik di darat maupun di air, atau bila barang itu
masih berada pada orang yang jatuh pailit, atau pada pihak ketiga yang
menguasai atau menyimpan barang itu untuknya.
Dalam kedua hal,
tuntutan kembali hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu enam puluh
hari terhitung dari hari barang itu di simpan di bawah kekuasaan orang
yang paint atau pihak ketiga. (KUHPerd. 1145, 1517; KUHD 76 dst., 86
dst., 230, 238.)
Pasal 233.
Bila pembeli telah melunasi
sebagian uang pembeliannya, maka pada penuntutan kembali seluruhnya,
penjual wajib memberikan kembali uang yang telah diterimanya kepada
harta pailit ftu. (KUHPerd. 1266 dst.; KUHD 234, 236.)
Pasal 234.
Bila barang yang dijual hanya sebagian didapatkan pada harta pailit,
pemberian kembali dilakukan menurut imbangan dan dalam perbandingan
dengan harga pembelian dalam keseluruhannya. (KUHD 231.)
Pasal 235.
Penjual yang menerima kembali barangnya wajib memberikan ganti rugi
kepada harta orang yang jatuh pailit untuk semua yang telah dibayar atau
yang masih terutang karena bea, upah pengangkutan, komisi, asuransi,
avarij umum (kerugian laut umum), dan selanjutnya segala biaya yang
digunakan untuk keselamatan barang dagangan. (KUHPerd. 1139-41; KUHD 76
dst., 86 dst., 91 dst., 240, 246 dst., 699.)
Pasal 236.
Bila
pembeli telah mengakseptasi dengan Surat wesel atau Surat dagang lain
jumlah penuh dari harga barang yang dijual dan diserahkan, maka tidak
terjadi penuntutan kembali.
Bila akseptasi itu dilakukan untuk
sebagian dari uang pembelian yang terutang, dapat dilakukan penuntutan
kembali, asalkan untuk kepentingan harta orang yang pailit diadakan
jaminan untuk hal sebagai akibat dari akseptasi itu, yang darinya dapat
dituntut. (KUHPerd. 1413-11, 1415; KUHD 120 dst., 125,174 dst., 178, 188
dst., 229e dst., 230, 233, 238, 244.)
Pasal 237.
Bila barang
yang dituntut kembali diambil dengan itikad baik sebagaijaminan utang
oleh pihak ketiga, penjual tetap mempunyai hak menuntut kembali, akan
tetapi sebaliknya mempunyai kewajiban kepada pemberi utang untuk
memenuhi jumlah yang dipinamkan, dengan bunga dan biaya yang terutang.
(KUHPerd. 582, 1150 dst.; KUHD 232, 241, 247.)
Pasal 238.
Tuntutan kembali barang dihapus, bila barang itu selama perjalanan
dibell dengan itikad baik oleh fihak ketiga atas faktur dan atas
konosemen atau surat muatan.
Namun penjual asunya dalam hal itu
berhak untuk menagih pada pembeli harga pembehannya, selama belum
dilunasi sebesarjumlah tagihannya, dan Ia mempunyai hak mendahului
terhadap uang itu, dengan tidak diperbolehkan untuk mencampurkan uang
itu dengan harta orang yang pailit.
Ketentuan alinea yang lalu
berlaku juga dalam hal barang itu, setelah berada dalam penguasaan orang
yang pailit atau seseorang yang bertindak untuknya, akibat pembelian
dan penyerahan dengan itikad baik, telah menjadi milik pihak ketiga.
(KUHPerd. 1381, 1402; KUHD 90, 232, 507 dst.; F. 41 dst.)
Pasal 239.
Para pengurus harta pailit mempunyai wewenang untuk mempertahankan
harta itu, barang-barang yang dituntut kembali, asalkan memenuhi harga
pembelian kepada penjual yang olehnya telah dipersyaratkan pada orang
yang pailit. (F. 60.)
Pasal 240.
Selama barang bergerak yang
diberikan dalam komisi masih berada pada komisioner atau pada pihak
ketiga yang menguasainya atau menyimpan untuk orang yang pailit,
barang-barang itu dapat dituntut kembali oleh pemberi komisi, dengan
kewajiban yang dinyatakan dalam pasal 235.
Hak menuntut kembali yang
sama terjadi terhadap harga pembelian barang-barang yang diberikan
dalam komisi dan yang telah dbual dan diserahkan oleh komisioner,
asalkan harga pembeliannya tidak dilunasi sebelum kepailitannya,
walaupun komisioner telah memperhitungkan keuntungan sebagai jaminan
untuk pembelinya, atau yang dinamakan del credere. (KUHD 76 dst., 246
dst.)
Pasal 241.
Jika barang-barang yang diberikan dalam
komisi diambil sebagai jaminan utang oleh pihak ketiga dengan itikad
baik, berlakulah peraturan-peraturan dari pasal 237.
Pasal 242.
Bila dalam harta paint terdapat surat-surat wesel, surat-surat dagang
dan surat lain yang belum sampai jatuh tempo pembayarannya, atau yang
sudah sampai jatuh temponya dan belum dibayar, yang diserahkan ke tangan
orang yang pailit hanya dengan amanat untuk menagihkannya dan memegang
jumlah uangnya untuk penggunaan pengirim, atau untuk melakukan
pembayaran tertentu yang ditunjuk atau bila hal itu dimaksudkan untuk
menjamin surat-surat wesel yang ditarik atas orang yang pailit dan
diakseptasi olehnya, atau surat-surat yang harus dibayar di tempat
tinggatnya, maka surat-surat wesel, suratsurat dagang dan surat-surat
lain itu dapat dituntut kembali, selama hal ini masih berada pada orang
yang pailit, atau pada pihak ketiga yang menguasai atau menyimpan
untuknya, namun semua tidak mengurangi hak atas harta itu untuk minta
jaminan yang untuknya mungkin dapat dituntut darinya karena
akseptasi-akseptasi orang yang pailit. (KUHD 100 dst., 102a, 109c, 117,
127a, 146a, 174 dst., 178 dst., 229e dst., 231 dst., 236.)
Pasal 243.
Juga selain soal maksud atau akseptasi yang disebut dalam pasal yang
lalu, surat-surat wesel, atau surat-surat dagang atau surat-surat
lainnya yang dialihkan kepada orang yang pailit dapat dituntut kembali,
meskipun ada sesuatu yang diinasukkan dalam rekening koran, asalkan
pengirimnya pada waktu pengiriman, atau kemudian, tidak pemah berutang
sama sekali untuk sesuatu jumlah pada orang yang pailit dan tidak
termasuk dalam hal itu biaya yang timbul karena pengiriman itu. (KUHD
100 dst., 174 dst., 178 dst., 229e dst.)
244, 245. Dihapus dg. S. 1938-276.
BAB IX. ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN PADA UMUMNYA.
Pasal 246.
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung
mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk
memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau
tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat
diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. (KUHPerd. 1774; KUHD
60, 249, 252, 269, 286, 593.)
Pasal 247.
Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai:
bahaya kebakaran; (KUHD 287 dst.)
bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen; (KUHD 299 dst.)
jiwa satu orang atau lebih; (KUHD 302 dst.)
bahaya laut dan bahaya perbudakan; (KUHD 592 dst.)
bahaya pengangkutan di darat, di sungai, dan perairan pedalaman. (KUHD 686 dst.)
Mengenai dua hal terakhir dibicarakan dalam buku berikutnya. (AB. 23; KUHPerd. 1337; KUHD 268, 599.)
Pasal 248.
Terhadap semua pertanggungan, baik yang dibicarakan dalam buku ini
maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Buku Kedua ini, berlakulah
ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pasal-pasal berikut. (KUHD 256,
259,275, 283.)
Pasal 249.
Penanggung sama sekali tidak wajib
menanggung untuk kerusakan atau kerugian yang langsung timbul karena
cacat, kebusukan sendiri, atau karena sifat dan kodrat dari yang
dipertanggungkan sendiri, kecuali jika dipertanggungkan untuk itu dengan
tegas. (KUHD 276, 294, 637.)
Pasal 250.
Bila seseorang yang
mempertanggungkan untuk dirinya sendiri, atau seseorang yang atas
bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga, pada waktu pertanggungan
tidak mempunyai kepentingan dalam denda yang dipertanggungkan, maka
penanggung tidak wajib mengganti kerugian. (KUHPerd. 1234, 1246; KUHD
257, 264 dst., 266, 268, 268, 281 dst.)
Pasal 251.
Semua
pemberitahuan yang keum atau tidak benar, atau semua penyembunyian
keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan
itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak
akan diadakan, atau tidak diadak- dengan syarat-syarat yang sama, bila
penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu,
membuat pertanggungan itu batal. (KUHPerd. 1320 dst., 1328; KUHD 269
dst., 280 dst., 306, 593, 597 dst., 603 dst.; KUHP 381.)
Pasal 252.
Kecuali dalam hal yang diuraikan oleh ketentuan undang-undang, tidak
boleh diadakan pertanggungan kedua untuk waktu yang sama, dan untuk
bahaya sang sama atas barang-barang yang telah dipertanggungkan untuk
nilaiaya secara penuh, dengan ancaman kebatalan terhadap pertanggungan
yang kedua. (KUHD 253 dst., 256-10, 266, 271 dst., 277 dst., 280, 609
dst.)
Pasal 253.
Pertanggungan yang melampaui jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah berlaku sampai jumlah nilainyanya
Bila nilai barang itu tidak dipertanggungkan sepenuhnya, maka
penanggung, dalam hal kerugian, hanya terikat menurut perimbangan antara
bagian yang dipertanggungkan dan bagi- yang tidak dipertanggungkan.
Akan tetapi bagi pihak yang berjanji bebas untuk mempersyaratkan dengan
tegas, bahwa tanpa mengingat kelebihan nilai barang yang
dipertanggungkan, kerugian yang diderita oleh barang itu akan diganti
sampai jumlah penuh yang dipertanggungkan. (KUHD 268, 289, 677.)
Pasal 254.
pelepasan yang dilakukan pada waktu mengadakan pertanggungan atau
selama berjalannya hal itu, atas hal yang menurut ketentuan
undang-undang dipersyaratkan untuk hakekat perjanjian itu, atau hal yang
dengan tegas dilarang, adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 1335 dst.; KUHD
249, 253, 256, 263, 287, 296, 299, 304, 306, 624 dst., 634, 637, 640
dst., 657, 659 dst., 688 dst., 695.)
Pasal 255.
Pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis. (KUHD 256.)
Pasal 256.
Semua polis, terkecuali polis pertanggungan jiwa, harus menyatakan:
1. hari pengadaan pertanggungan itu;
2. nama orang yang mengadakan pertanggungan itu atas beban sendiri atau atas beban orang lain;
3. uraian yang cukup jelas tentang barang yang dipertanggungkan;
4. jumlah uang yang untuk itu dipertanggungkan;
5. bahaya yang diambil oleh penanggung atas bebannya;
6. waktu mulai dan berakhirnya bahaya yang mungkin terjadi atas beban penanggung;
7. Premi pertanggungan; dan
8.
pada umumnya, semua keadan yang pengetahuannya tentang itu mungkin
mutlak Penting bagi penanggung, dan semua syarat yang diperjanjikan
antara para pihak.
Polis itu harus ditandatangani oleh setiap
Penanggung (KUHD 247, a5l dst., 254, 258, 264 dst., 287, 296, 299, 302,
304, 592, 596, 624 dst., 686, 710.)
Pasal 257.
Perjanjian
pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu,
malahan sebelum Polis ditandatangani. dan kewajiban kedua belah pihak
dari penanggung dan dari tertanggung berjalan
Pengadaan perjanjian
itu membawa kewajiban penanggung untuk menandatangani Polis itu dalam
waktu yang ditentukan dan menyerahkannya kepada tertanggung. (KUHD
255, 259 dst., 681-10.)
Pasal 258.
Untuk membuktikan adanya
perjanjian itu, harus ada bukti tertulis; akan tetapi semua alat bukti
lain akan diizinkan juga, bila ada permulaan bukti tertulis.
Namun
demikian janji dan syarat khusus, bila timbul perselisihan tentang hal
itu dalam waktu antara pengadaan perjanjian dan penyerahan polisnya,
dapat dibuktikan dengan semua alat bukti; akan tetapi dengan pengertian
bahwa harus ternyata secara tertulis syarat yang pernyataannya secara
tegas diharus dalam polis, dengan ancaman hukuman menjadi batal, dalam
berbagai pertanggungan oleh ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 1902;
KUHD 68, 255, 262, 302, 603, 606, 615, 618, 681-10.)
Pasal 259.
Bila Pertanggungan langsung diadakan antara tertanggung, atau orang
yang diamanatkan atau diberi wewenang untuk itu, dan penanggung, polis
itu dalam 24 jam setelah pengajuan oleh penanggung harus ditandatangani
dan diserahkan, kecuali bila ditentukan jangka waktu yang lebih panjang
oleh ketentuan undang-undang, dalam sesuatu hal khusus. (KUHD 260,
681-10.)
Pasal 260.
Bila pertanggungan diadakan dengan
perantaraan seorang makelar asuransi, polisnya yang ditandatangan harus
diserahkan dalam delapan hari setelah mengadakan perjanjian. (KUHD 64,
684.)
Pasal 261.
Bila ada kelalaian dalam hal yang
ditentukan dalam kedua pasal yang lalu, penanggung atau makelar untuk
kepentingan tertanggung, wajib mengganti kerugian yang mungkin dapat
timbul karena kelalaian itu. (KUHD 681.)
Pasal 262.
Orang
yang setelah menerima perintah orang lain untuk mempertanggungkan,
menahan atas bebannya sendiri, dianggap menjadi penanggung dengan syarat
yang diajukan semula, dan bila tidak diajukan syarat itu, maka dengan
syarat sedemikian dapat dipakai untuk mengadakan pertanggungan itu, di
tempat is seharusnya melaksanakan perintah itu atau bila ini tidak
ditunjukkan, pada tempat tinggainya. (KUHD 60, 264.)
Pasal 263.
Pada penjualan dan segala peralihan hak milik atas barang yang
dipertanggungkan, pertanggungannya berlangsung untuk keuntungan pembeli
atau pemilik baru, bahkan tanpa penyerahan, sepanjang mengenai kerugian
yang timbul setelah barang itu menjadi keuntungan atau kerugian pembeli
atau mereka yang haru memperolehnya; semua hal demikian berlaku, kecuali
bila dipersyaratkan sebaliknya antara penanggung dan tertanggung yang
asli.
Bila pada waktu penjualan atau peralihan hak milik, pembeli
atau pemilik baru menolak untuk mengambil alih pertanggungannya, dan
tertanggung asli masih tetap mempunyai kepentingan dalam barang yang
dipertanggungkan, maka pertanggungan itu akan tetap berjalan untuk
kepentingannya. (KUHPerd. 584, 1459 dst.; KUHD 281, 321.)
Pasal 264.
Pertanggungan dapat diadakan tidak hanya atas beban sendiri, akan
tetapi juga atas beban pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau
khusus, maupun di luar pengetahuan yang berkepentingan sekalipun, dan
untuk hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan berikut. (KUHPerd.
1354 dst., 1792 dst.; KUHD 262, 333, 378, 598.)
Pasal 265.
Pada pertanggungan untuk pihak ketiga, harus dengan tegas dinyatakan
dalam polisnya, adakah hal itu terjadi berdasarkan pemberian amanat,
ataukah di luar pengetahuan yang berkepentingan. (KUHD 256, 264.)
Pasal 266.
Pertanggungan tanpa pemberian amanat dan di luar pengetahuan yang
berkepentingan, adalah batal, bila dan sejauh barang yang sama itu telah
dipertanggungkan oleh yang berkepentingan, atau oleh pihak ketiga atas
amanatnya, sebelum saat ia mengetahui tentang pertanggungan yang
diadakan di luar pengetahuannya. (KUHPerd. 1357; KUHD 252, 254, 264, 277
dst., 281, 333, 378, 598, 652.)
Pasal 267.
Bila dalam
polisnya tidak dinyatakan, bahwa pertanggungan itu diadakan atas beban
pihak ketiga, tertanggung dianggap telah mengadakannya untuk dirinya
sendiri. (KUHD 265, 281 dst.)
Pasal 268.
Pertanggungan dapat
menjadikan sebagai pokok yakni semua kepentingan yang dapat dinilai
dengan uang, dapat terancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh
undang-undang. (KUHD 247, 250, 599.)
Pasal 269.
Semua
pertanggungan yang diadakan atas suatu kepentingan apa pun, yang
kerugiannya terhadap itu dipertanggungkan, telah ada pada saat
mengadakan perjanjiannya, adalah batal, bila tertanggung atau orang yang
dengan atau tanpa amanat telah menyuruh mempertanggungkan, telah
mengetahui tentang adanya kerugian itu. (KUHPerd. 1328; KUHD 246, 251,
281 dst., 306, 597 dst., 604, 606; KUHP 381.)
Pasal 270.
Persangkaan ada, bahwa orang telah mengetahui tentang kerugian itu, bila
hakim dengan mengindahkan keadaannya, berpendapat bahwa sejak adanya
kerugian itu telah lampau begitu banyak waktu, sehingga tertanggung
telah dapat mengetahuinya.
Dalam hal keragu-raguan, hakim bebas
untuk memerintahkan tertanggung dan pemegang amanatnya bersumpah, bahwa
mereka pada waktu mengadakan perjanjiannya tidak mengetahui tentang
adanya kerugian itu.
Bila sumpah itu dibebankan oleh satu pihak
kepada pihak lawannya, maka sumpah itu dalam segala hal oleh hakim harus
diperintahkan. (KUHPerd. 1916-30; 1929 dst., 1940 dst.; KUHD 282, 597
dst.)
Pasal 271.
Penanggung selalu dapat mempertanggungkan lagi hal yang telah ditanggung olehnya. (KUHD 252, 279.)
Pasal 272.
Bila tertanggung membebaskan penanggung dari kewajibannya untuk waktu
yang akan datang melalui pengadilan ia dapat mempertanggungkan lagi
kepentingannya untuk bahaya itu juga.
Dalam hal itu, dengan ancaman
hukuman menjadi batal, harus disebutkan dalam polis yang baru, baik
pertanggungan yang lama maupun pemutusan melalui pengadilan. (KUHD 279
dst., 281 dst.)
Pasal 273.
Bila nilai barang yang
dipertanggungkan tidak dinyatakan dalam polisnya oleh para pihak, hal
itu dapat dibuktikan dengan semua alat bukti. (KUHPerd. 1866; KUHD 256,
295, 621 dst.)
Pasal 274.
Meskipun nilai itu dinyatakan dalam
polisnya, hakim mempunyai wewenang untuk memerintahkan kepada
tertanggung untuk menguraikan dasar layaknya nilai yang dinyatakan, bila
diajukan alasan yang menimbulkan persangkaan yang mempunyai dasar
karena pemberitahuan nilai yang terlalu tinggi.
Penanggung dalam
segala hal mempunyai kekuasaan untuk membuktikan terlalu tingginya nilai
yang dinyatakan itu di depan hakim. (KUHPerd. 1922; KUHD 253, 275, 295,
619.)
Pasal 275.
Akan tetapi bila barang yang
dipertanggungkan sebelumnya telah dinilai oleh ahli yang diperuntukkan
bagi itu oleh para pihak, dan bila dituntut, disumpah oleh hakim, maka
penanggung tidak dapat membantahnya, kecuali dalam hal adanya penipuan;
semuanya ini tidak mengurangi pengecualian yang dibuat dalam ketentuan
undang-undang. (KUHPerd. 1328, 1449; KUHD 282, 295, 619.)
Pasal 276.
Tiada
kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan dari tertanggung
sendiri, dibebankan pada penanggung. Bahkan ia boleh tetap memegang
atau menagih preminya, bila ia sudah mulai memikul bahaya. (KUHD 249,
282, 290, 294, 307, 637, 693.)
Pasal 277.
Bila berbagai
pertanggungan diadakan dengan itikad balk terhadap satu barang saja, dan
dengan yang pertama ditanggung nilai yang penuh, hanya inilah yang
berlaku dan penanggung berikut dibebaskan.
Bila pada penanggung
pertama tidak ditanggung nilai penuh, maka penanggung berikutnya
bertanggung jawab untuk nilai selebihnya menurut urutan waktu mengadakan
pertanggungan itu. (KUHD 252.)
Pasal 278.
Bila pada satu
polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai penanggung
dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama, menurut
perimbangan jumlah yang mereka tandatangani, hanya memikul nilai
sebenarnya yang dipertanggungkan.
Ketentuan itu juga berlaku, bila
pada hari yang sama, terhadap satu benda yang sama diadakan berbagai
pertanggungan. (KUHD 277, 280.)
Pasal 279.
Tertanggung dalam
hal-hal yang disebut dalam dua pasal yang lalu, tidak boleh membatalkan
pertanggungan yang lama agar dengan demikian penanggung yang kemudian
terikat.
Bila tertanggung membebaskan penanggung-penanggung pertama,
ia dianggap menetapkan diri mengganti tempat mereka sebagai penanggung
untuk jumlah yang sama dan urutan yang sama.
Bila ia mengadakan
pertanggungan ulang untuk dirinya, maka para penanggung ulang mengganti
tempatnya dalam urutan itu juga. (KUHD 271 dst.)
Pasal 280.
Tak dianggap sebagai perjanjian yang tidak diperkenankan, bila setelah
pertanggungan suatu barang untuk nilai penuhnya, yang berkepentingan
selanjutnya mempertanggungkannya, untuk seluruhnya atau sebagian, dengan
ketentuan tegas, bahwa ia hanya akan dapat melakukan haknya terhadap
para penanggung, bila dan selama ia tidak akan dapat menagih ganti rugi
pada penanggung yang dahulu.
Dalam hal perjanjian yang demikian,
perjanjian yang diadakan sebelum itu, dengan ancaman hukuman akan
menjadi batal, harus diuraikan dengan jelas dan begitu pula akan berlaku
ketentuan pasal 277 dan pasal 278 terhadap itu. (KUHD 252.)
Pasal 281.
Dalam segala hal di mana perjanjian pertanggungan untuk seluruhnya
atau sebagian gugur, atau menjadi batal, dan asalkan telah bertindak
dengan itikad baik, penanggung harus mengembalikan preminya, baik untuk
seluruhnya atau sebagian yang sedemikian untuk mana Ia belum menghadapi
bahaya. (KUHD 250 dst., 266 dst., 269, 272, 276, 603, 615, 618, 635
dst., 652 dst., 662.)
Pasal 282.
Bila batalnya perjanjian
terjadi berdasarkan akal busuk, penipuan atau kejahatan tertanggung,
penanggung mendapat preminya, dengan tidak mengurangi tuntutan pidana,
bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1328, 1453; KUHD 270, 653; KUHP
381.)
Pasal 283.
Dengan tidak mengurangi ketentuan khusus
yang dibuat tentang berbagai macam pertanggungan, tertanggung wajib
dengan giat mengusahakan, agar kerugian terhindar atau berkurang,
setelah kejadian tersebut ia harus segera memberitahukan kepada
penanggung; semua dengan ancaman penggantian kerugian, biaya dan bunga,
bila ada alasan untuk itu.
Biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung
untuk menghindari atau mengurangi kerugian menjadi beban penanggung,
meskipun hal itu bila ditambahkan pada kerugian yang diderita, melampaui
jumlah uang yang dipertanggungkan, atau daya upaya yang dilakukan itu
telah sia-sia belaka. (KUHPerd. 1357; KUHD 249, 294, 654, 718.)
Pasal 284.
Penanggung yang telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan,
memperoleh semua hak yang sekiranya dimiliki oleh tertanggung terhadap
pihak ketiga berkenaan dengan kerugian itu; dan tertanggung
bertanggurgjawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan hak
penanggung terhadap pihak ketiga itu. (KUHPerd. 1354, 1365 dst., 1402;
KUHD 290, 637, 656, 693.)
285.Dihapus dg. s. igo6-348.
Pasal 286.
Perseroan-perseroan pertanggungan atau penjaminan timbal-balik harus
menaati ketentuan dalam perjanjiannya dan peraturan yang berlaku, dan
bila tidak lengkap, harus menurut asas-asas hukum pada umumnya.
Larangan-larangan yang termuat dalam pasal 289 alinea terakhir, secara
khusus juga berlaku terhadap perseroan-perseroan ini. (KUHD 15, 53, 308;
S. 1870-64 pasal 10.)
BAB X. ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERRADAP BAHAYA-BAHAYA KEBAKARAN,
TERHADAP BAHAYA-BAHAYA YANG MENGANCAM HASIL PERTANIAN YANG
BELUM DIPANENI, DAN TENTANG PERTANGGUNGAN JIWA.
Bagian 1. Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran.
Pasal 287.
Selain menyatakan persyaratan dalam pasal 256, polis kebakaran harus menerangkan:
1. letak dan batas barang tetap yang dipertanggungkan;
2. penggunaannya;
3. sifat dan penggunaan bangunan-bangunan yang berbatasan, selama hal itu dapat mempunyai pengaruh terhadap pertanggungannya;
4. nilai barang yang dipertanggungkan;
5.
letak dan batas bangunan dan tempat, di mana barang bergerak yang
dipertanggungkan berada, disimpan atau ditumpuk. (KUHPerd. 1186-41; KUHD
247 dst., 254, 256-30, 258, 263, 272, 293, 300, 302, 624 dst, 688; Rv.
101.)
Pasal 288.
Pada pertanggungan milik yang dibangun
dipersyaratkan, akan diganti kerugian yang diderita pada persil itu,
atau persil itu akan dibangun kembali atau diperbaiki paling tinggi
sampai jumiah yang dipertanggungkan.
Dalam hal yang pertama,
kerugiannya dihitung dengan memperbandingkan nilai persil sebelum
bencana, dengan nilai sisanya segera setelah kebakaran, dan kerugiannya
diganti dengan uang tunai.
Dalam hal kedua, penanggung wajib
membangun kembali atau memperbaikinya. Penanggung mempunyai hak untuk
mengawasi, bahwa uang yang harus dibayar olehnya, dalam waktu yang
ditentukan, kalau perlu oleh haldm, sungguh digunakan untuk tujuan itu;
hakim bahkan dapat memerintahkan kepada tertanggung atas tuntutan
penanggung, bila ada alasannya, untuk menjamin hal itu secukupnya.
(KUHPerd. 1241; KUHD 283.)
Pasal 289.
Pertanggungan dapat dilakukan untuk nilai penuh barang yang dipertanggungkan.
Dalam hal persyaratan pembangunan kembali, dipersyaratkan oleh
tertanggung, bahwa biaya yang diperlukan untuk pembangunan kembali itu,
akan diganti oleh penanggung.
Akan tetapi pada persyaratan itu
pertanggungan sekali-kali tidak boleh melampaui tiga perempat biaya itu.
(KUHD 53, 253, 286, 288.)
Pasal 290.
yang dibebankan pada
penanggung adalah semua kerugian dan kerusakan yang menimpa barang yang
dipertanggungkan karena kebakaran yang disebabkan oleh cuaca yang sangat
buruk atau peristiwa lain, apinya sendiri, kelalaian, kesalahan atau
kejahatan pelayan sendiri, tetangga, musuh, perampok, dan lain-lainnya
dengan nama apa pun, dengan cara apa pun terjadinya kebakaran itu,
direncanakan atau tidak direncanakan, biasa atau tidak biasa, tanpa ada
yang dikecualikan. (KUHPerd - 1367, 1565; KUHD 276, 282, 284, 291 dst.,
294, 637.)
Pasal 291.
Kerugian yang disebabkan oleh
kebakaran disamakan dengan kerugian sebagai akibat kebakaran, juga bila
hal itu terjadi dari kebakaran dalam bangunan-bangunan yang berdekatan,
misalnya barang-barang yang dipertanggungkan berkurang atau membusuk,
karena air atau alat lain yang digunakan untuk menahan atau memadamkan
kebakaran itu, atau hilangnya sesuatu dari barang itu karena pencurian,
atau sebab lain, selama pemadaman kebakaran atau penyelamatannya; juga
kerusakan yang disebabkan oleh penghancuran seluruhnya atau sebagian
barang yang dipertanggungkan, yang terjadi atas perintah pihak atasan
untuk menahan menjalamya kebakaran yang terjadi. (ISR. 133; Onteig 84.)
Pasal 292.
Demikian pula kerugian yang disebabkannya oleh ledakan mesiu, ketel
uap, sambaran petir, atau sebab lainnya, meskipun meledaknya, pecahnya
atau sambaran itu tidak mengakibatkan kebakaran, disamakan dengan
kerugianyang disebabkan oleh kebakaran.
Pasal 293.
Bila
sebuah bangunan yang dipertanggungkan diperuntukkan bagi penggunaan
lain, dan karena itu besar kemungkinan bahaya kebakaran lebih banyak,
sehingga bila hal itu telah ada sebelum dipertanggungkan, penanggung
tidak akan mempertanggungkan sama sekali atau tidak atas dasar syarat
yang sama seperti itu, maka berhentilah kewajibannya. (KUHD 287-20, 638,
652 dst.)
Pasal 294.
Penanggung terbebas dari kewajibannya
untuk memenuhi penggantian kerugian, bila ia membuktikan, bahwa
kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian besar tertanggung
sendiri. (KUHPerd. 1366; KUHD 2, 249, 276, 283, 290.)
Pasal 295.
Pada pertanggungan atas barang-barang bergerak dan barang-barang
dagangan dalam rumah, gudang atau tempat penyimpanan lain, bila tidak
ada atau tidak lengkap alat-alat bukti yang dinyatakan dalam pasal-pasal
273, 274 dan 275, hakim dapat memerintahkan tertanggung untuk
bersumpah.
Kerugiannya dihitung menurut nilai barang-barang yang ada pada waktu ada kebakaran. (KUHPerd. 1940 dst.)
Pasal 296.
Bila tidak diadakan persyaratan khusus dalam polis tentang
barang-barang bergerak, harta dalam rumah, perkakas rumah dan perhiasan
rumah, maka pernyataan-pernyataan itu diberi arti sedemikian seperti
yang diuraikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Kedua Bab I,
Bagian 4. (KUHPerd. 512 dst.; KUHD 356-51.)
Pasal 297.
Bila
pada suatu hipotek antara debitur dan penagihnya dipersyaratkan, bahwa
dalam hal ada kerugian menimpa persil yang dihipotekkan yang
dipertanggungkan atau yang akan dipertanggungkan, uang asuransinya
sampai jumlah utang dan bunga yang terutang, akan menggantikan hipotek
itu, maka penanggung yang diberitahukan persyaratan itu wajib
memperhitungkan ganti rugi yang terutang dengan penagih utang hipotek.
(KUHPerd. 613, 1162 dst.; KUHD 268, 288; S. 1908-542 pasal 14.)
Pasal 298.
Persyaratan dalam pasal di atas tidak mempunyai akibat, kecuali bila
dan sepanjang penagih utang hipotek akan mendapat keuntungan, seandainya
kerugian itu tidak terjadi. (KUHPerd. 1209 dst.)
Bagian 2. Pertanggungan Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil
Pertanian yang Belum Dipaneni.
Pasal 299.
Selain syarat-syarat yang tercantum dalam pasal 256, pohs itu harus menyatakan:
1. letak dan batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan;
2. penggunaannya. (KUHPerd. 1186-41; KUHD 247, 251, 254, 258, 263, 272, 287-10 dan 21; Rv. 101.)
Pasal 300.
Pertanggungannya dapat diadakan untuk satu tahun atau lebih.
Bila tidak ada penentuan waktu, dianggap bahwa pertanggungan itu diadakan untuk satu tahun. (KUHPerd. 1597.)
Pasal 301.
Pada
penyusunan penghitungan kerugian, dihitung berapa nilai hasil pada
waktu dipanen atau dinikmati tanpa terjadinya bencana, dan nilainya
setelah bencana itu. Penanggung membayar selisihnya sebagai ganti rugi.
(KUHD 273 dst., 288.)
Bagian 3. Pertanggungan Jiwa.
Pasal 302.
(s.d.u. dg. S. 1876-141.) Jiwa seseorang dapat dipertanggungkan untuk
keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidup ataupun
untuk suatu waktu yang ditentukan dengan perjanjian. (KUHD 247 dst.,
304-40.)
Pasal 303.
Yang berkepentingan dapat mengadakan
pertanggungan, bahkan di luar pengetahuan atau izin dari orang yang
jiwanya dipertanggungkan.
Pasal 304.
Polis itu memuat:
1. hari pengadaan pertanggungan itu;
2. nama tertanggung;
3. nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
4. waktu bahaya bagi penanggung mulai berjalan dan berakhir;
5. jumlah uang yang dipertanggungkan;
6. premi pertanggunganriya. (KUHD 254, 256, 258, 302, 306.)
Pasal 305.
Perencanaan jumlah uangnya dan penentuan syarat pertanggungannya, sama
sekali diserahkan kepada persetujuan kedua belah pihak. (KUHPerd. 1780.)
Pasal 306.
Bila orang yang jiwanya dipertanggungkan pada waktu pengadaan
pertanggungan telah meninggal dunia , gugurlah perjanjian itu, meskipun
tertanggung tidak dapat mengetahui tentang meninggalnya itu; kecuali
bila dipersyaratkan lain. (KUHPerd. 1779; KUHD 251 dst., 269, 281.)
Pasal 307.
Bila orang yang mempertanggungkanjiwanya bunuh diri atau dihukum mati, gugurlah pertanggungannya. (KUHD 276.)
Pasal 308.
Dalam bagian ini tidak termasuk dana janda, perkumpulan-perkumpulan
tunjangan hidup (tontine), perseroan pertanggungan jiwa timbal-balik,
dan perjanjian lain semacam itu yang berdasarkan kemungkinan hidup dan
kematian, yang untuk itu diharuskan mengadakan simpanan atau sumbangan
tertentu atau kedua-duanya. (KUHD 286; S. 1870-64 pasal 10.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar